Makalah
Tugas untuk memenuhi Mata Kuliah
HADIST DAKWAH
OLEH:
ADE
PUTRA SETIAWANSYAH (411307110)
RIPA SURIADI (411106194)
RIZQAN
ANANDA (411307098)
PROGRAM KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRRY
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR
Assalam mu’alaikum wr. wb.
Segala puji dan syukur
kami sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya yang telah
membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya, sebagaimana terkandung dalam
Al-qur’an dan Al-hadist, petunjuk menuju kejalan yang lurus dan jalan yang
ridhoi-Nya dan kami bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan kami dalam
menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“HUBUNGAN DAKWAH DENGAN SYARIAT ISLAM”
Shalawat berserta salam
dihanturkan pada kejunjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan
sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi’ar
islam, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa..
Akan tetapi didalam
makalah kami ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
menyusun makalah ini, oleh karena itu
kami mengahrapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini, kami ucapkan
terimakasih.
Wassalam mu’alaikum wr. wb.
Banda Aceh, 29 MEI 2015
Pemakalah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengertian Dakwah Islam
Pengertian Dakwah Islam,- Secara
etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti:
panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab, kata
dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة
artinya : menyeru, memanggil, mengajak.
Dalam
pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang
berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah
sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju
perikehidupan yang Islami. oleh karenanya perlu memperhatikan unsur-unsur
penting dalam berdakwah sehingga dakwah menghasilkan perubahan sikap bagi
mad'u.
Sedangkan
ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi
dakwah di kalangan para ahli, antara lain:
1. Menurut
A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, mendefinisikan dakwah
yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat
Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu
sendiri.[1]
2. Menurut
Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan
kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang
mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.[2]
3.
Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islam merupakan aktualisasi
Imani (Teologis) yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa,
berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan
sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua
segi kehidupan dengan cara tertentu.[3]
4.
Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang
kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh
kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.[4]
5. Menurut Farid
Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan
masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan
mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
6. Menurut
Toha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan
dunia akherat.[5]
Dari beberapa
definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
a. Dakwah
itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
b. Usaha dakwah
itu adalah untuk memperbaiki situasi yang lebih baik dengan
mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT.
c. Proses
penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan yang bahagia dan
sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
Kehidupan manusia di dunia
merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat
mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan
anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah
memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT.
Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam
hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian
dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah
umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang
belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu
(Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah
tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan
selamat dunia dan akhirat
B. Rumusan
Masalah
1.
Tujuan dakwah?
2.
Pengertian syariat islam?
3.
Hubungan dakwah dengan syariat islam ?
4.
Hukum-hukum syariat islam?
5.
Tujuan syariat islam ?
6.
Prinsip-prinsip syariat islam dalam
mengembangkan islam?
C. Tujuan
1.
Mengetahui tentang dakwah.
2.
Mengetahui pengertian dari dakwah.
3.
Mengetahui Apa hubungan antara dakwah dengan
syariat islam.
4.
Mengetahui Apa Itu Hukum-hukum syariat islam.
5.
Mengetahui tujuan syariat islam.
6. Mengetahui Apa saja prinsip-prinsip syariat
islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
TUJUAN
DAKWAH
Tujuan
dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan ajaran Islam dalam
kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis
terhadap Islam menjadi orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk
aktivitas duniawi dan ukhrawi.
Kebahagiaan
ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim. Untuk mencapai maksud tersebut
diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan
penuh optimis
melaksanakan dakwah.
Oleh
karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah, sehingga segala
kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas.
Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat
menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.
Sejarah
perjuangan umat Islam dalam menegakkan panji-panji Islam pada dasarnya seluruh
golongan dalam Islam sepakat memperjuangkan dan merealisasikan nilai-nilai
ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia. tetapi kenyataan menunjukkan hal
yang berlawanan. Berubah kepada pencapaian kekuasaan golongannya sendiri
sehingga menimbulkan persaingan dan pertentangan di antara golongan itu
sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya transaksi yang sering menguntungkan
di satu pihak sementara pada pihak lain dirugikan. Inilah akibat yang
ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami hakikat perjuangan suci.
Disinilah
letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi keyakinan yang
kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah hakikatnya sama
dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam dengan tugas
menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai dengan
kehendak Allah Allah Subhanhu Wa Ta'ala.
B.
Pengertian
syariat
PENGERTIAN
SYARIAT
Syariah
adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku
hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam
Al-Qur’an, yaitu :
1.
Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya
:
“Dia
telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). “(Q.S Asy-Syura ayat 13).
2.
Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya
:
Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka
agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan
(dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dirumuskan dalam syariat, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa
ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariat itu adalah ketentuanm Allah SWT
yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam
satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau
dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan
fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai
contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan
lain-lain. Dalam syariat Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila
seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh
melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan
kondisi, seperti sholat sambil duduk
C.
HUBUNGAN
DAKWAH DENGAN SYARIAT ISLAM
A.
Membangun
masyarakat dakwah dimulai dari penyiapan sarana ta’lim (surau) dan lembaga
pendidikan yang dititik beratkan kepada membentuk masyarakat berperilaku dengan
akhlaq karimah sesuai pemahaman syariat Islam yang dilaksanakan secara terpadu
dimulai dari lingkaran rumah tangga dan lingkungan dengan gerakan mencerdaskan
umat dan menanamkan akidah tauhid yang benar.
Pembinaan terpadu masyarakat ini
diawali dari Wahyu Allah di dalam Al Quranul Karim yang menjadi landasan
pembentukan masyarakat yang Rahmatan Lil ‘Alamin. “Wahai manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan
berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al
Hujurat : 13).
Masyarakat
yang menjadi obyek dakwah ilaa Allah atau mad’u semestinya dibawa kepada
memahami kaedah kehidupan yang dipertajam makna dan fungsinya oleh
peran syariat arama Islam. Sudah menjadi kenyataan bahwa nilai dinul
Islam melahirkan masyarakat proaktif menghadapi perubahan sebagai suatu
realitas yang mendorong melakukan perbaikan kearah peningkatan mutu dengan
basis ilmu pengetahuan (knowledge base society), basis budaya (culture base
sociaty) dan basis gama (religious base society) yang kuat. Ajaran
Islam berdasar Alquran “mengeluarkan manusia dari sisi gelap kealam terang
cahaya (nur).” [6]
Pergerakan Dakwah
senantiasa berhadapan dengan Kehidupan padat Tantangan, ekonomi
(iqtishadiy), politik (assiyasiy), pendidikan dan kemasyarakatan
(ijtima’iy).
“Akan datang padamu suatu masa
yang di masa itu tidak akan lebih sulit dari tiga perkara: Dirham (uang) yang
halal, teman yang dipercayai kejujurannya, dan kebiasaan baik (sunnah) yang
dikerjakan orang”
B.
Tantangan dakwah sangat banyak, uluran tangan
yang di dapat hanya sedikit. Diperlukan pembuatan kekuatan dakwah dengan
membina hubungan kekerabatan (ukhuwwah) yang mesti berlangsung harmonis
dan baik.
Masyarakat dakwah mesti memiliki
perasaan malu, bila tidak mampu membina hubungan dengan baik. Seseorang akan
dihargai, apabila ia berhasil menyatu dengan linkungan kaumnya, yang akan
menjadi audiensnya dalam setiap komunikasi dakwah. Hubungan kekerabatan
ditengah masyarakat itu amat kompleks.
Nilai-nilai ideal kehidupan
bermasyarakat selalu akan terjaga dengan ;
a).
adanya rasa memiliki bersama, kesadaran terhadap hak milik,
b).kesadaran dan
kesediaan untuk pengabdian. Ada kiat adat pergaulan untuk meraih keberhasilan ;perlu
kesepakatan untuk membangun kebersamaa dalam meraih kemakmuran dunia
akhirat.
Masyarakat dakwah Rahmatan
lil’alamien mememiliki ciri-ciri khas (yang terkandung dalam kata maddana
al-madaina itu)[7],
diantaranya ;
a)
Mudun
= maju atau modern,
b)
Giat
membangun (banaa-ha), baik fisik atau non fisik,
c)
Melakukan
kegiatan yang beradab/memperadabkan ( hadhdhara ),
Disimpulkan bahwa Masyarakat
Dakwah yang “al hadhariyyu “ adalah masyarakat berbudaya dan
al-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlaq dan memiliki peradaban
melaksanakan ajaran agama (syari’at ) dengan benar, karena agama (Islam) menata
gerak kehidupan riil, tatanan politik pemerintahan, sosial ekonomi, seni
budaya, hak asasi manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
mewujudkan masyarakat yang hidup senang, tenteram dan makmur =
tana’ama dengan aturan = qanun madaniy atau kepemilikan
(perdata, ulayat) dan hak-hak sipil masyarakatnya. Masyarakat dakwah yang madani
adalah masyarakat kuat berpendidikan dan berpandangan.
C.
Masyarakat
Muslim mesti paham dengan agamanya. Mereka mesti memelihara perinsip hidup
berakidah dan istiqamah, tetaplah berdiri sebagai pembela yang benar.
Bimbingan TAUHID mendorong untuk
merakit masa depan sejak kini, “Berbuatlah untuk hidup akhirat mu seolah-olah
kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup
selamanya.” (Hadist). Hukum Syara’ menghendaki keseimbangan antara
hidup rohani dan jasmani. Ide bahwa kepentingan bersama berada pada tingkat
paling utama dibanding kepentingan sendiri. Dapat di maknai bahwa
individualistic sangat tidak diminati dalam tatanan masyarakat adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah . Inilah gambaran masyarakat Madani yang
bertauhid.
D.
Pranata
sosial budaya (”social and cultural institution”) adalah batasan-batasan
perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran
kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan dalam menata
kehidupan bersama (rules of the game). Agama Islam membentuk pranata sosial
berpedoman kepada Syari’at (sunnah dan Kitabullah). Ukhuwwah akan
menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan
tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak.
Nilai-nilai ajaran Islam
mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai
nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing
manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
Pemantapan tamaddun tauhidik yang
sesuai dengan ajaran Islam menjadi landasan dasar pengkaderan umat mewujudkan
masyarakat Rahmatan Lil Alamin, diantaranya ;
a)
Memelihara
dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,
b)
Mengupayakan
berlangsungnya timbang terima kepemimpinan berkesinambungan secara alamiah,
c)
Teguh
dan setia melaksanakan pembinaan dan mengajarkan adat istiadat kepada
anak kemenakan dan menjaga lingkungan dengan baik,
d)
Rajin,
disiplin dan tidak mubadzir, karena segala perbuatan disaksikan oleh Allah, Rasul
dan semua orang beriman.
E.
Khulasahnya
; Bimbingan ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN menekankan akan perlindungan hak
dan kewajiban dan tujuannya membentuk ikatan yang tenteram, bahagia dan
berkekalan (sustainability) dalam aturan ketentuan agama (etika religi) menurut
syariat Islam.
Semua orang berkeinginan untuk
hidup bahagia dan langgeng dalam kebersamaan. Dengan berhimpun
(ijtima’iy) dapat dicapai kesatuan, kekompakan dan kebahagiaan.
1.
Saling
Mengerti dalam menjalin komunikasi masing-masing. Perbedaan adalah
karunia Allah. Menghormati kebiasaan, kesukaan masing masing. Mengedepankan
pendidikan karakter secara proporsional (baik pada diri masing-masing, maupun
orang-orang terdekat yang relevan dengan ketentuan yang dibenarkan syari’at.
2.
Saling
Menerima, dalam satu team work (ta’awun), saling membantu satu sama lain.
Satu kesatuan kelompok adalah ibarat satu tubuh dengan beragam peran kehendak.
Dengan saling pengertian, beragam warna akan menampilkan keindahan.
3.
Saling
Menghargai dalam perkataan dan perasaan, bakat dan keinginan. Bersikap saling
menghargai adalah jembatan menuju kuatnya satu team work.
4.
Saling
Memercayai, melahirkan kemerdekaan berfikir, inovasi dan kreasi mencapai
kemajuan dan keselarasan yang lebih meningkat. Hal ini mesti disadari merupakan
amanah Allâh.
5.
Saling
Menyintai, memunculkan sikap lemah lembut dalam bicara, bijaksana dalam
pergaulan, tidak mudah tersinggung, dan perasaan selalu tenteram, menjadi modal
besar untuk kegiatan “public speaking” dengan budi bahasa yang baik membangun
misi keumatan. Satu realita objektif adalah ; Siapa yang paling
banyak menyelesaikan persoalan masyarakat akan berpeluang banyak mengatur
masyarakat.
Perlu program yang jelas ;
a)
Mengokohkan
pegangan umat dengan keyakinan dasar Islam sebagai suatu cara hidup yang
komprehensif.
b)
Menyebarkan
budaya berlandasan wahyu di atas kemampuan akal.
c)
Memperluas
penyampaian cara-cara dan aturan hidup dalam tatanan kehidupan sesuai tuntunan
agama Islam, mencakup aspek-aspek sosio politik, ekonomi, komunikasi,
pendidikan dan lain-lain, sebagai ciri khas masyarakat Madani.
D.
HUKUM-HUKUM
SYARIAT ISLAM
Hukum Islam adalah
sistem hukum yang bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam
mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat
dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan agama adalah suasana spiritual
dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab
hukum dalam pengertian biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata.[8]
Sedangkan Joseph Schacht mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah
Allah yang mengatur kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut
penyembahan dan ritual, politik dan hukum.
Terkait tentang
sumber hukum, kata-kata sumber hukum Islam merupakan terjemahan dari lafazh
Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum
Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk
menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah
al-Syariyyah. Penggunaan mashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa sekarang ini,
tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syar’iyyah.
Yang
dimaksud Masadir al-Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara yang diambil
(diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukum. Sumber hukum dalam Islam,
ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan
(mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al
Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan
dalil-dalil tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
KRITERIA
HUKUM
Seseorang yang menggeluti bidang
fiqh tidak bisa sampai ke tingkat mujtahid kecuali dengan memenuhi beberapa
syarat, sebagian persyaratan itu ada yang telah disepakati, dan sebagian yang
lain masih diperdebatkan. Adapun syarat-syarat yang telah disepakati adalah:
a)
Mengetahui
al-Quran
v
Mengetahui
Asbab al-nuzul
v
Mengetahui
nasikh dan mansukh
b)
Mengetahui
as-sunnah
v
Mengetahui
ilmu diroyah hadits
v
Mengetahui
hadis yang nasikh dan mansukh
v
Mengetahui
asbab al-wurud hadis
c)
Mengetahui
bahasa Arab
d)
Mengetahui
tempat-tempat ijma’
e)
Mengetahui
ushul fiqh
f)
Mengetahui
maksud dan tujuan syariah
g)
Mengenal
manusia dan kehidupan sekitarnya
h)
Bersifat
adil dan taqwa
i)
mengetahui
ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, dan mengetahui cabang-cabang fiqh.[9]
E.
TUJUAN SYARIAT ISLAM
Tujuannya
adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada 5 hal
v
Hifdzud
diin (menjaga agama)
v
Hifdzul
‘aql (menjaga akal)
v
Hifdzul
maal (menjaga harta)
v
Hifdzun
nasl (menjaga keturunan)
v
Hifdzun
nafs (menjaga diri).
F. PRINSIP-PRINSIP SYARIAT ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
1.
Tidak Mempersulit
Dalam
menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia
dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan
kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum
dengan kesanggupan yang dimiliknya.
2.
Mengurangi Beban
Prinsip
kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari
pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan
hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu
mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan
menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu
pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada
kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang
justru akan memperberat diri sendiri.
Allah
swt. Berfirman,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian”....(QS.
al-Maidah: 101)
3.
Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran
merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai
aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan
hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah
siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait
erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum
syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang
final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut
dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun
sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk
lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga periode tasryi’
al-Quran;
a.
Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak
menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
b.
Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr
di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan
madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek
sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang
kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah
(al-Nisa: 43)
c.
Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi
permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan
penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada
pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi
penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan
dalam surat Qaf: 39
“Maka
bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah)
sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”
Lalu
surat al-Mu’min: 55
“Maka
bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah
ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada
waktu petang dan pagi”
4.
Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam
bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran
yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang
ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam
memenuhi kebutuhannya.
‘Abd
al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya)
selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia,
juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum
itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah
mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang
sebanding dengan hukum tersebut.
5.
Persamaan dan Keadilan
Persamaan
hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan
dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi
umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan
hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela
meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Artinya:
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. Al-Nisa: 58)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syariat islam adalah
ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku
hidup manusia Menempuh Atau Menunjukan
Jalan Menuju Kejalan Yang Benar Serta Dilandasi Sumber-Sember Hukum Yang
Berlaku dan Menempuh Atau Menunjukan
Jalan Menuju Kejalan Yang Benar Atau Jalan Yang Di Ridhoi Allah Swt untuk
mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an . yang di dasari
oleh sumber-sumber hukum yang gunanya untuk menyebarkan agama ALLAH SWT. Dan
memiliki tujuan beserta prinsip-prinsip dalam mengembangkan islam menjadi luas.
DAFTAR PUSTAKA
-
Dasar – dasar agama islam, prof. Dr. Zakiah haradjat dkk, 1999, jakarta.
-
Fiqh islam, h. Sulaiman rasjid, 1976, attahiriyah, bandung.
-
Pendidikan agama islam, drs. Nandang l. Hakim, 1988, ganeca exac, bandung
-
kutipan
dari http://www.usc.edu/dept/MSA/law/shariahi….
-
Kutipan
dari http://www.cybermq.com/index.php?pustaka…
-
Syafe’i,
Rachmat dalam Ilmu Ushul Fiqih
-
Zuhri,
Saifudin, Ushul Fiqh: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009
-
Basyir,
Ahmad Azhar, dkk, Ijtihad dalam Sorotan, Bandung: Penerbit Mizan, 1988
-
Lismanto
dalam Pembaharuan Hukum Islam Berbasis Tradisi: Upaya Meneguhkan Universalitas
Islam dalam Bingkai Kearifan Lokal
-
Qardawi,Yusuf,
Ijtihad dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987
[1] Hasmy,
Dustur Dakwah menurut al-Qur’an
(Jakarta: Bulan Bintang,1997),
Hal. 18.
[2] M
Kholili, Pokok-Pokok Pikiran Tentang
Psikologi (Yogyakarta, UD. Rama,
1991) Hal. 66.
[3]
Amrullah Ahmad,ed. Dakwah dan Perubahan
sosial (Yogyakarta: Prima
Duta, 1983), hal 2.
[4]
Amin Rais,Cakrawala
Islam (Bandung,: Mizan
1991), Hal 26.
[5]
Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah (Jakarta:
Wijaya,1976), Hal. 1.
[6]
Lihat QS.14, Ibrahim : 1.
[7] Lihat Kamus Arab-Indonesia, Al Munawwir, Cet.XIV, Pustaka Progressif Surabaya,
1997, hal.1320. Lihat juga Al-Munjid fi
al-Lughah al-‘Arabi’ah al-Mu’ashirah, Cet. I, Daarul Musyrif Bairut, 2000,
hal. 1326-1327.).
[8]
Said Ramadan, Islamic Law, It’s Scope and
Equity, alih bahasa Badri Saleh dengan judul Keunikan dan Keistimewaan Hukum
Islam (Jakarta: Firdaus, 1991), hal. 7.
[9] Kutipan
dari: http://ahmadfuadhasan.blogspot.com
pada 24 Mei 2015