Friday, October 16, 2015
Pengertian, Sejarah, dan Cabang-cabang Ulumul Hadits PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ulumul Hadist
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
(arabnya : ‘Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata
yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledgr,
dan science,[1] sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna
jadid, qorib, dan khabar.[2] Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a. Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya
hidast, hudatsa, dan huduts);
b. Qorib: yang dekat, yang bekum lama
terjadi;
c. Khabar: warta, yakni: sesuatu
yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy,
1980 : 20)
Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist:
اَقْوَالُهُ صَلَّي
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَفَعَاله وَأَحْوَالُهُ
“Segala ucapan, segala perbuatan dan
segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155)
Dengan demikian Ulumul Hadits adalah
ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli
hadist banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar
Al-Asqalani:
الْقَوَاعِد
المُعَرِفَةُ بِحَالِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِيٌ
“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan
perawi dan yang diriwayatkan”[3]
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang
membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.
Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan
dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi
menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits
Dirayat (dirayah).
a. Ilmu
Hadist Riwayah
Menurut bahasa riwayah dari akar rawa,
yarwi, riwayatan yang berarti an-naql = memindahkan dan penukilan, adz-dzikr =
penyebutan, dan al-fath = pemintalan. Seolah-olah dapat dikatakan periwayatan
adalah memindahkan berita atau menyebutkan berita dari orang-orang tertentu
kepada orang lain dengan dipertimbangkan/dipintal kebenarannya.[4]
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah
Hadis Nabi saw dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut
mencakup:
a. Cara
periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara
penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
b. Cara
pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.
b. Ilmu
Hadist Dirayah
Ilmu Hadist Dirayah, dari segi bahasa
kata berasal dari kata dara, yadri, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan,
jadi yang dibahas nanti dari segi pengetahuannya yakni pengetahuan tentang
hadist atau pengantar ilmu hadist.[5]
Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis
Dirayah sebagai berikut: dan Ilmu Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu
yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
a)
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang
diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat
(cara-cara tahammul al-Hadits), seperti:
·
Sama’ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru),
·
Qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru tersebut),
·
Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari
seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya kepada seorang untuk diriwayatkan),
·
Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),
·
Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk
diriwayatkan),
·
I’lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya),
·
Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan
·
Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru).
b) Objek
kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas,
adalah sanad dan matan Hadis.
Pembahasan tentang sanad meliputi:
a. Segi
persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis
haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang
menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui
identitasnya atau tersamar:
b. Segi
kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam
sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat
hafalan atau dokumentasi Hadisnya );
c.
Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);
d.
Keselamatan dan cacat (‘illat); dan
e.
Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Pembahasan mengenai matan adalah
meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari
kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam al-quran, atau
selamatnya:
a. Dari
kejanggalan redaksi (rakakat al-faz);
b. Dari
cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma’na), karena bertentangan
dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna al-qur’an, atau
dengan fakta sejarah; dan
c.
Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami
berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
2.2 Sejarah Perkembangan Ilmu
Hadits
Pada mulanya, Ilmu Hadits memang
merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara
tentang Hadits Nabi SAW dan para perawinya, seperti Ilmu Hadits al-Shahih, Ilmu
al-Mursal, Ilmu al-Asma’ wa al-Kuna, dan lain-lain. Penulisan Ilmu-Ilmu Hadits
secara parsial dilakukan, khususnya oleh para ulama abad ke-3 H. Umpamanya,
Yahya ibnu Ma’in (234 H/848 M) menulis Tarikh al-Rijal, Muhammad ibn Sa’ad (230
H/844 M) menulis Al-‘Ilal dan Al-Kuna, Muslim (261 H/875 M) menulis kitab al-
Asma’ wa al-Kuna, Kitab al- Thabaqat dan kitab al- ‘Ilal dan lain-lain.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan
bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing
membicarakan tentang hadits dan perawinya. Akan tetapi, pada masa berikutnya,
ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta
selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Terhadap ilmu yang sudah digabungkan
dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadits,
sebagaimanahalnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz jama’ Ulumul Hadits,
setelah keadaannya menjadi satu, adalah mengandung makna mufrad atau tunggal,
yaitu Ulumul Hadits, karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari
maknanya yang pertama –beberapa ilmu yang terpisah- menjadi nama dari suatu
disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah Hadits. Para
ulama yang menggunakan nama Ulum al-hadits, diataranya adalah Imam al-Hakim
al-Naisaburi (405 H/1014 M), Ibnu al-Shalah (643 H/1246 M), dan ulama
kontemporer seperti Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Thawani (1394 H/1974
M) dan Subhi al-Shalih. Sementara itu, beberapa ulama yang datang setelah Ibn
al-Shalah, seperti al-‘Iraqi (806 H/1403 M) dan al-Suyuthi (911 H/1505 M), menggunakan
lafaz mufrad, yaitu Ilmu al-Hadits, di dalam berbagai karya mereka.
2.3 Cabang-cabang Ilmu Hadist
a. Ilmu
Rijal al-Hadits
عِلْمُ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَنْ رُوَاةٍ الْحَدِيْثِ مِنَ الصَّحَا بَةِ وَالتَّا بِعِيْنَا وَمَنْ
بَعْدَا هُمْ
“Ilmu yang membahas para perawi
hadits, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan-angkatan
sesudahnya.”
b. Ilmu
Jarh wa at-ta’dil
عِلْمٌ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَنْ جَرْحِ الرَّوَاةِ وَتَعْدِيْلِهِمْ بِاَ لْفَاظٍ مُخْصُوْصَةٍ وَعَنْ
مَرَا تِبِ تِلْكَ اْلأَلْفَاظِ
“ Ilmu yang menerangkan tentang hal
cacat-cacat yang dihadapkan para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang
adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang
martabat-martabat kata-kata itu.”
c.
Ilmu Fann al-Mubhamat
عِلْمٌ يُعْرَفُ
بِهِ الْمُبْهَمُ الَّذِى وَقَعَ فِى الْمَتْنِ اَوْفِى السَّنَدِ
“Ilmu untuk mengetahui nama
orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad.”
d. Ilmu
Tashhif wa at-Tahrif
عِلْمٌ يُعْرَفُ
بِهِ مَا صَحِّفَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ وَمَا حُرِّفَ مِنْهَا
”Ilmu yang menerangkan hadits-hadits
yang sudah diubah titiknya (yang dinamai Mushahaf) dan bentuknya yang dinamai
Muharraf.”
e. Ilmu
‘Ilal al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَنْ اَسْبَا بِ غَا مِضَةٍ خَفِيَّةٍ خَادِجَةٍ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab
yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusak hadits.”
f.
Ilmu Gharib al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرَفُ
بِهِ مَعْنَى مَا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ اْلاَحَادِيْثِ مِنَ اْلاَ لْفَاظِ
اْلعَرَبِيَةِ عَنْ اَذْ هَا نِ الَّذِ يْنَ بَعْدَ عَهْدِهِمْ بِا لْعَرَبِيَةِ
الْخَا لِصَةِ
”Ilmu yang menerangkan makna
kalimat-kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya
dan yang kurang terpakai oleh umum.”
g. Ilmu
Nasikh wa al-Mansukh
عِلْمٌ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَنِ النَّا سِخِ وَالْمَنْسُوْخِ مِنَ اْلاَ حَا دِيْثِ
“ Ilmu yang menerangkan hadits-hadits
yang sudah di mansuhkan dan yang menashihkannya.”
h. Ilmu
Asbab Wurud al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرُفُ
بِهِ السَّبَبُ الَّذِى وَرَدَ لِاَجْلِهِ الْحَدِيْثُ وَالزَّمَا نُ الَّذِى
جَاءَ فِيْهِ
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab
nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya nabi menuturkan itu.”
i.
Ilmu Talfiq al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَنِ التَّوْفِيْقِ بَيْنَ اْلاَحَادِيْثِ الْمُتَنَا قِضَةِ ظَا هِرًا
“Ilmu yang membahas tentang cara
mengumpulkan antara hadits-hadits yang berlawanan zhahirnya.”
j.
Ilmu Musthalah Ahli Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ
فِيْهِ عَمَّا اَصْطَلَحَ عَلَيْهِ الْمُحَدِثُوْنَ وَتَعَارَفُوْهُ فِيْمَا
بَيْنَهُمْ
“Ilmu yang menerangkan
pengertian-pengertian (istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli hadits)”
Sunday, May 24, 2015
KONSELING SEBAGAI TEKNIK HUMAN RELATIONS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang ciptakan dengan
sesempurna mungkin, dengan diberikan suatu kemampuan berpikir, berakal,
perasaan, kasih sayang dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan hidup itu
sebagai suatu soal permasalahan yang berada didalamnya antara sang pencipta dan
hambanya. Sehingga menjadi suatu fenomena yang sangat indah dan berharga dalam
kehidupan manusia itu. Namun, terkadang tidak semua manusia bias menikmati
keindahan terebut atau mereka menikmatinya dengan jalan yang lain yang dianggap
jalan tersebut dapat menjadi jawaban atas masalah dan keindahan kehidupan
tersebut.
Dalam hal inilah manusia diciptakan dengan
berbeda-beda pemikiran, berbeda pendapat dan lain sebagainya sehingga manusia
yang satu dengan yang lain memiliki suatu kepribadian atau persona dalam
mengemban masalah tersebut. Dari situlah terjadi perselisihan yang menjadi
timbulnya suatu permasalahan.
Setiap manusia yang dilahirkan kemuka bumi ini, dia
sudah mempunyai masalah yang besar yang sebenarnya yang harus dihadapi
kedepannya, jika dikaji dalam penciptaan manusia itu dalam kitabnya. Karena
sejak dalam kandungan ibu kita, segala pernak-pernik kehidupan sudah
ditampakkan dalam diri kita bagaimana kita menetapkan suatu kehidupan yang
indah lagi mengindahkan, susah lagi memberatkan, semuanya itu sudah disepakati
antara diri sendiri dengan sang pencipta. Nah, terkait dengan hal demikianlah
ketika di lahirkan kedunia, kita akan berhadapan dengan masalah-masalah yang
akan kita hadapi walau masalah tersebut ada yang besar dan ada yang kecil.
Disinilah para pemakalah memcoba meringkas dan
membahas mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari baik yang
besar maupun yang kecil yang sering timbul pada kehidupan manusia. Sehingga
masalah tersebut terkadang ada yang mudah diselesaikan dengan cepat dan
terkadang masalah tersebut tuntas dengan jangka waktu yang sangat lama. Dari
sini coba kita renungi dan pahami bahwa bagaimana sebenarnya kehidupan yang
dipenuhi dengan banyak masalah. Mudah-mudahan dapat bermanfaat dan mencoba
menyadari diri sendiri, kelebihan terkadang datang dengan sendirinya yang
meliputi dari kekurangan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSELING SEBAGAI TEKNIK HUMAN
RELATIONS
Konseling
(counselings) merupakan kegiatan yang banyak dilakukan dalam human relations.
Ditinjau dari segi komunikasi konseling adalah komunikasi antar persona. Yang
bertindak sebagai konselor (counselor)adalah manajer atau pemimpin kelompok
karya (kepala bagian, kepala seksi, supervisor. dsb) sedang konseli
(counselee)-nya adalah karyawan yang menghadapi suatu masalah atau yang
mendrerita frustasi.
Tujuan
konseling ialah membantu para karyawan memecahkan masalahnya sendiri.
Memecahkan masalah yang bersangkutan dengan karyawan, atau mengusahakian adanya
suasana yang menimbulkan keberanian untuk memecahkan masalah yang mungkin ada.
Ini tidak berarti, konselor memberikan arah yang khusus untuk dituruti oleh
konseli. Konselor hanya memberikan nasehat. Konseli sendiri yang harus
mengambil kesimpulan dan keputusan berdasarkan jalan yang dipilihnya sendiri.
Jadi, konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya.
Selama masalahnya itu belum dimengerti dengan jelas untuk dihadapinya dengan
jujur. Tidak akan dapat diambil langkah-langkah untuk memecahkannya. Aspek ini
menyangkut perasaan. Konselor akan sukses, bila ia mengetahui “frame of
reference” konseli.
Dalam
kegiatan human relation ada dua jenis konseling yang dapat dilakukan oleh
seorang manajer atau pemimpin kelompok karya. Ini tergantung dari pendekatan
(aproach) yang dilakukan. Kedua jenis tersebut ialah Konseling yang langsung
terarah (directive counseling) dan konseling yang tak langsung terarah
(non-directive counseling).
A.
Konseling Terarah (Directive Counsling)
Konseling jenis
ini sering dinamakan juga dengan the
councelor-centered approach, yakni konseling pendekatannya terpusatkan
kepada konselor. Dalam cara konseling seperti ini aktivitas yang utama terletak
pada konselor. Pertama-tama konselor berusaha agar terjadi hubungan yang akrab,
sehingga konseli menaruh kepercayaan kepadanya. Selanjutnyaia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengumpulkan informasi. Data yang ia peroleh
ia analisis untuk pada tahap pada berikutnya melakukan diagnose, berusaha
memahami masalah yang memberati konseli.untuk mengetahui diagnose yang tepat
konselor memahami fakta yang berhubungan dengan masalahnya itu. Jjika konseli
mengemukakan kesulitannya kepada konselor, maka konselor harus merasa pasti
bahwa itulah masalah yang dihadapi konseli, yang menyebabkan konseli menderita
frustasi, kecewa disebabkan tak dapat mengatasi kesulitannya. Konselor harus
mengerti benar-benar mengenai data yang diperolehnya itu sehingga ia dapat
melakukan interprestasi. Hanya bila ia mengerti dan dapat melakukan
interprestasi, ia dapat memberikan nasehant-nasehat dan sugesti kepada konseli.
Syarat-syarat sugesti ialah kepercayaan. Konseli akan kena sugesti, kalau ia
menaruh kepercayaan kepada konselor; kalau konselor mempunyai kelebihan
pengalaman dan pengetahuan dari konseli, dan bila tingkah laku konselor tidak
tercela. Apabila konseli sudah bias dikuasai untuk memecahkan masalahnya
(problem solving) tidaklah akan sukar. Akan tetapi untuk sampai kesitu,
konselor perlu memahami sedikit banyak
psikologi, terutama psikologi tentang kepribadian (psychology personality).
B.
Konseling Tak Terarah (Non-Directive Counseling)
Konseling jenis
ini disebut juga dengan the counselee
centered approach (pendekatan yang terpusatkan pada konseli). Jenis ini
dapat digunakan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan yang mendala tentang
psikologi. Dibandingkan dengan “counslee centered approach counseling” yang
tradisional itu, “counselee centered approach counseling” lebih ampuh dalam
membantu karyawan yang menderita frustasi.
Dalam konseling
jenis ini, aktivitas utama terletak pada pihak konseli sedang aktivitas
konselor hanya berusaha agar konseli merasa mudah untuk memimpin dirinya
sendiri. Konseli dibantu untuk merasa dirinya bebas untuk menyatakan isi
hatinya, atau membicarakan sikapnya, untuk mengemukakan antagonismenya yang
tertekan, keragu-raguannya, perasaan sedihnya, dan sebagainya. Dalam
mengemukakan itu semua tidk dipaksa.
Meskipun dikatakan
“non directive”, maksud konselor tetap hendak membantu konseli untuk
mendiagnose gangguan jiwanya dan berusaha menghilangkan motif-motif yang
menyebabkan gangguan itu.
Konselor
berusaha agar konseli mencari jalan keluar sendiri dari kesukaran-kesukarannya.
Untuk itu konselor menciptakan suatu suasana psikologis yang memungkinkan
adanya saling mengerti, antusiasme, dan sikap ramah-tamah; suasana yang
memungkinkan konseli untuk menyelidiki dirinya lebih dalam. Dalam dialog dari
hati-kehati itu, konselor mendorong konseli untuk menyelidiki dirinya lebih
dalam. Dengan mencetuskan isi hatinya itu, konmseli akan mengoreksi dirinya,
mengingat-ingat hal-hal yang pernah dialaminya, dan memahami
pengalaman-pengalaman itu. Dengan demikian motif-motif yang konstruktif akan
lebig jelas baginyua, dan ia merasa kebutuhan akan motif-motif tesebut.
Berdasarkan motif-motif tersebut dia kana memilih dengan bebas cara bertingkah
laku yang baik; dan ia akan meninggalkan motif-motif dan cara bertingkah laku
yang selama ini telah menggangunya.
Dalam Tanya
jawab itu tugas konselor memang tidak mudah. Ia harus menyingkirkan sikap
super, sedang persoalannya ia harus ditinjau dari dasar pihak konseli. Ia harus
sanggup menempatkan diri konseli.
Norma R.F Maier
dalam bukunya “Principles of Human relations” menyatakan, bahwa tujuan
non-directive counseling adaalah memperoleh keringanan dari penderitaan,
melokalisir dan memecahkan masalah, dan membetulkan cara pemecahan masalah.
Jelasnya dalah sebagai berikut:
1.
Memperoleh keringanan dari penderitaan
Penderitaan
disini ialah frustasi. Seseorang menderita frustasi , jika ia berada dalam
situasi masalah (problem situation), yakni ia berada dalam keadaan terpkasa
harus mengahadapi masalah, tetapi saat itu ia tidak mampu memecahkannya. Jika
ia dalam situasi menghadapi masalah itu berada dalam kondisi yang menyenangkan,
maka ia akan menghadapinya dengan tingkah laku memecahkan masalah (problem
solving behavior). Akan tetapi, bila pada saat terdapat tekanan-tekanan, dan
usaha memecahkan masalahnya akan gagal, maka problem solving behavior itu akan
diambil-alih oleh emosi-emosi kemarahan dan ketakutan. Ini akan menimbulkan
rasa permusuhan, kelakuan kekanak-kanakan atau bersikap keras kepala. Akibatnya
akan lebih parah lagi, bilamana dalam situasi seperti itu orang lain tersangkut
olehnya.
Untuk
membetulkan kondisi frustasi ini, konselor harus berusaha mengalihkan kembali
kekondisi yang mengandung niat untuk memecahkan masalah. Kalau ini berhasil,
sekursang-kurangnya telah terbina kemungkinan untuk memecahkan masalah. Ini
dapat dilaksanakan dengan baik, yakni dengan jalan membuat frustasinya itu
dinyatakan (expressed). Dalam hal ini halangan-halangan untuk menyatakan
perasaannya dengan bebas harus disingkirkan.
Mungkin
saja seorang karyawan dihinggapi rasa permusuhan terhadap seorang karyawan
lainnya. Jika rasa permusuhannya itu dapat dibebaskan, maka ia akan merasa
dirinya lebih baik; dan selanjutnya cenderung akan menganggap kondisinya itu
lebih sebagai masalah daripada sebagai perbuatan orang lain kepadanya. Sebelum
keadaan pikirannya seperti itu dapat diperoleh, ia tidak akan mampu untuk
menerima sugesti yang konstruktif; dan setiap sugesti untuk merobahnya akan ia
hadapi dengan rasa marah atau perasaan tersinggumng. Bagi orang yang sedang
menderita frustasi, setiap sugesti yang akan mengubahnya, akan dianggap sebagai
suatu serangan. Dan ini malahan akan membuat kondisi yang akan diperbaiki lebih
buruk lagi.jadi, agar konselor menjadi penolong bagi konseli yang frustased.
Maka konselor harus menciptakan situasi dimana perasaan-perasaan konseli mudah
dinyatakan sambil tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan.
2.
Melokalisasikan dan memecahkan masalah
Jika seseorang
berhasil dapat mengurangi frustasinya, ia akan dapat membuang perasaannya
sendiri dan mencari sumber kesulitannya. Tetapi bila sumber frustasinya itu
ternyata pristiwa beberapa tahun kebelakang, tidaklah mudah untk
melokalisasikan masalah yang sebenarnya.
Kita mabil
contoh seorang karyawan yang menderita frustasi dan menyalahkan gajinya yang
sedikit. Setelah diselidiki dengan seksama, ternyata yang mendasari gangguan
pikirannya itu ialah hubungan dengan istrinya yang kurang baik. Latar belakang
kehidupan istrinya telah menyebabkan perkawinannya tidak harmonis. Sikap yang
mengandung ketidak sesuaian itu direfleksikan ke hal yang lain, sehingga ia
memandang tingkah laku orang lain sebagai diskriminasi dan penghindaran. Jadi
masalah yang sebenarnya terdapat pada latar belakang kehidupannya yang ia tidak
bias atasi dengan berhasil.
Pemecahan
masalah hanya dapat dilakukan apabila kesulitan atau gangguan dapat
dilokalisasikan. Kegiatan itu hanya konstruktif kalau seseorang mempunyai sikap
untuk meneliti apa yang ia sendiri dapat melaksanakannya guna mengatasi
kesulitannya itu. Selama ia menanti-nantikan kondisinya berubah atau
mengaharapkan orang lain mengubahnya. Maka ia akan tetap apatis. Bersikap tidak
perduli. Jadi sebenarnya tanggung jawab untuk memecahkan masalah harus ada pada
orang yang menghadapi masalahnya sendiri.
Seorang konselor
dalam memberikan bantuan kepada orang-orang yang menderita frustasi, harus
mendorong orang itu untuk menyelidiki perasaannya terhadap berbagai orang, hal
peristiwa, sehingga dapat melokalisasikan masalahnya. Konselor hendaknya
membantu orang itu menemukan pemecahan masalahnya sendiri.
3.
Memperbaiki Cara Pemecahan Masalah
Bagi seorang
pemimpin kelompok karya, adalah suatu keharusan untuk memperbaiki situasi
pekerjaan, apa bila diketahuinya, bahwa situasi itu bias menimbulkan ada
seorang karyawan. Jika, umpamanya ia melihat ada seorang karyawan wanita yang
menyendiri dan seolah-olah diasingkan, maka situasi seperti itu perlu
diperbaiki. Caranya, umpamanya kepada karyawan tersebut diberikan diberikan
tugas khusus, sehingga ia tidak terasingkan lagi. Juga, dengan membawa dia
kedalam diskusi untuk membicarakan sesuatu soal, akan menyebabkan dia merasa
berharga dikalangan kawan sekerjanya. Diskusi kelompok akam dapat melindungi
orang-orang yang merasa diasingkan.
Demikianlah
beberapa hal sebagai petunjuk bagi seorang pemimpin kelompok karya yang
bertindak sebagai konselor untuk memecahkan masalah pekerjaan dan masalah
pribadi para karyawan. Dalam pelaksanaannya, konselor perlu memperhatikan beberapa hal yang dibawah ini:
a.
Dengarkan dengan
sabar dan menunjukkan minat yang menimbulkan keberanian pada konseli
b.
Jangan melakukan
interupsi
c.
Jangan
cepat-cepat mencela
d.
Jangan membantah
atau berdebat
e.
Koreklah apa
yang konseli ingin katakana, usahakan agar konseli mempunyai keberanian.
Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang membantu konseli berpikir, mengerti, serta
menyatakan idea-idea dan perasaan-perasaan yang sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
SUSUNAN
ACARA DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW YANG INSYAALLAH
AKAN DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 16 MEI 2015/1436 H
RANGKAIAN ACARA
|
WAKTU
|
OLEH
|
DURASI
|
TAMBAHAN WAKTU
|
1)
PEMBUKAAN
|
|
PEMANDU ACARA
|
10 MENIT
|
|
2)
PEMBACAAN GEMA WAHYU ILAHI
|
|
|
|
|
3)
SAMBUTAN-SAMBUTAN
a.
SAMBUTAN KETUA UMUM PORKAS GEMABDYA
|
|
MASRIJAL
|
|
|
b.
SAMBUTAN KETUA PANITIA ISRA’ MI’RAJ
|
|
ARIF
GUNAWAN
|
|
|
c. SAMBUTAN DARI PERWAKILAN ALUMNI
|
|
YANG
BERSEDIA TIDAK DIWAJIBKAN
|
|
|
4)
PEMBERIAN KONSUMSI
|
|
KETUA/SEKSI
KONSUMSI
|
5
MENIT
|
|
5)
ACARA POKOK DARI PENCERAMAH
|
|
|
|
|
6)
SESI TANYA JAWAB TTG ISRA’ MIRAJ
|
|
|
15
MENIT
|
|
7)
DOA / PENUTUP
|
|
|
TERSERAH
USTAD LAAAH
|
|
Ade
putra setiawansyah
Pengantar Retorika & Public Speaking
Definisi dan Tujuan
Retorika (rethoric) biasanya disinonimkan dengan seni atau
kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya adalah, menyampaikan fikiran dan
perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita
Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti
yaitu :
1- Ethos (ethical) : Yaitu karakter pembicara yang dapat
dilihat dari cara ia berkomunikasi
2- Pathos (emotional) : Yaitu perasaan emosional khalayak
yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.
3- Logos (logical) : Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau
ungkapan oleh pembicara
Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi
adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu
‘mendramatisir’ keadaan khalayaknya. (Dramaturgical Theory)
Menurut Walter Fisher, bahwa setiap komunikasi adalah bentuk
dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya
kita punya potensi untuk berceramah. (Narrative Paradigm)
Tokoh-tokoh Podium
* HOS TjokroaminotoIr.
* Soekarno
* Adolf Hitler
* Benito Musollini
* Napoleon Bonaparte
* Dll.
Macam-macam Pidato
1. Pidato Ilmiah
2. Pidato Ritual Keagamaan (khutbah, kebaktian, dll)
3. Pidato di Pengadilan (Jaksa, Pembela)
4. Ceramah Umum
5. Kuliah/ mengajar
6. Diskusi
7. Seminar
8. Pidato Politik
Unsur Pesan Komunikasi
Seorang komunikator menyampaikan pesan-pesan melalui :
1. Pesan Linguistik
Untuk menyampaikan pesan bahasa tertentu kita harus
menguasai:
* Fonologi (mengujarkan bunyi kata)
* Sintaksis (membentuk kalimat)
* Semantik (memahami kata atau gabungan kata)
* Memahami secara konseptual tentang dunia kita dan dunia
yang kita bicarakan
* Mempunyai sistem kepercayaan untuk menilai apa yang kita
dengar
2. Pesan Nonverbal memiliki fungsi :
* Repetisi – mengulang kembali bahasa verbal
* Subtitusi – mennggantikan bahasa verbal
* Kontradiksi – menolak pesan verbal
* Komplemen – melengkapi pesan verbal
* Aksentuasi – menegaskan pesan verbal
Ada enam jenis pesan non verbal :
1. Kinesik (gerak tubuh) : fasial, gestural,
2. posturalParalinguistik (suara)
3. Proksemik (penggunaan ruang sosial atau personal)
4. Olfaksi (penciuman)
5. Sensitivitas kulit
6. Artifaktual (pakaian dan kosmetik)
Struktur Pesan
Secara umum setiap pesan yang secara sengaja disampaikan
melalui Pidato terdiri atas :
1. Pendahuluan
1. Salam
2. Penyampaian kepada hadirin
3. Maksud atau tujuan
2. Materi
1. Pendekatan awal (kisah, menyampaikan data, dll.)
2. Pertanyaan atau mengemukakan inti masalah
3. Pembahahasan
3. Penutup
1. Kesimpulan
2. Himbauan
Ucapan Salam Kepada Hadirin
1. Tujuan hadirin perlu diranking berdasarkan status dan
kaitannya dengan acara
2. Orang-orang penting hendaknya disebutkan secara khusus
3. Tidak semua acara memerlukan penyebutan secara bertahap
dan rinci.
Maksud dan Tujuan
Maksud, tujuan atau bahkan judul ceramah seringkali perlu
diutarakan dengan jelas.
Materi atau Isi Pidato secara umum
1. Akar tunggang Judul yang aktual
2. Batang Logika yang konsisten
3. Cabang/ranting Kerangka yang sistematis
4. Daun Analisa yang logis
5. Bunga Variasi, humor, pepatah, puisi, dll.
6. Buah Berkesimpulan
Bagaimana menutup ceramah ?
* Usahakan menyampaikan kesimpulan pidato dan himbauan yang
praktis yang bisa dibawa oleh khalayak untuk dilaksanakan.
* Salam
Mengumpulkan dan menyiapkan Materi Pidato
Sumber Materi :
1. Kitab Suci & Sumber-sumber sejenis lainnya
2. Kisah-kisah yang relevan dengan topik
3. Berita dan informasi yang lagi aktual
4. Buku-buku ilmu pengetahuan lainnya
5. Kamus dan dictionary
6. Hasil laporan penelitian, data-data, dan referensi
lainnya
7. Teknologi informatika (web/ blog/ online sources)
Memilih topik dan judul :
* Seberapa urgen judul yang sesuai dengan waktu dan situasi
?
* Judul sebaiknya berupa kalimat sempurna (affermative
statement)
* Apakah waktu yang tersedia sesuai dengan cakupan judul
yang dipilih ?
* Apakah audiens yang hadir cocok dengan cakupan judul yang
dipilih ?
* Apakah cara pemaparan dan pengambilan kesimpulan dengan
metode induksi atau deduksi ?
* Apa yang dapat dibawa oleh khalayak ?
Pendahuluan pidato haruslah :
1. Padat
2. Gaya bahasa menarik
3. Menghindari “Redundancy”
4. Diluar dugaan (surprise)
5. Bagaikan Iklan
Materi pidato
* Materi jangan terlalu luas
* Jangan berharap orang lain (khalayak) langsung mengerti
* Satu segi saja
* Cara lebih dipentingkan dari isi
Keberhasilan penceramah dalam menyampaikan pesan:
1. Mengetahui secara detail sesuatu yang dibahas terutama
yang menyangkut masalah ilmiah dan mengandung masalah yang interpretable dan
debateable. Jika tidak sampaikan gagasan yang bersifat ‘informatif’ saja.
2. Sampaikan dengan ikhlas dan tulus yang muncul dari
tanggungjawab pribadi.
3. Ungkapkan dengan bahasa yang sopan, bijaksana dan santun
4. Terus menerus dalam menyampaikan pesan kebenaran dan
jangan bosan-bosan. Bersabarlah untuk memdapatkan hasil yang diinginkan
5. Mulailah apa yang dikatakan didepan hadirin pada diri
sendiri
Persiapan Pidato
* Pakaian sederhana
* Keadaan fisik yang mantap edan sehat
* Materi disiapkan, bila perlu didiskusikan terlebih dahulu
* Bagi pemula, upayakan berlatih dahulu
* Materi harus dipilih yang penting dan mendesak
* Jangan mengharap ‘salam tempel’ dan ‘pujian’
* Jangan pidato kalau sakit, pikiran kacau, lapar, atau haus
Saat berpidato, perlu diperhatikan
* Sikapnya
* Air mukanya
* Pakaiannya
* Ucapannya, harus fasih (khususnya Bahasa Asing)
* Gerak geriknya
* Tata rias/ make-up nya
Senjata Pidato
* Doa
* Pepatah
* Humor/lelucon
* Semangat berapi-api
* Syahdu
* Lagu-lagu
* Alat peraga
Apabila audiens banyak, maka :
* Volume suara tambah keras
* Tekanan/nada suara tinggi
* Tempo harus lambat
* Bahasa harus awam (dimengerti umum)
* Logikanya sederhana
* Semangatnya tinggi
Penutup pidato
* Kalimat kunci sebagai simpulan (harapan dan penekanan)
* Pepatah yang akan diingat khalayak
* Usahakan agar audiens penasaran
GAYA KOMUNIKASI LAINNYA
Persuasi
1. Persuasi adalah “cara untuk mengubah sikap dan prilaku
orang dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis” (McGuire).
2. Persuasi adalah “menanamkan opini baru” (Hovland).
3. Persuasi adalah “usaha yang disadari untuk mengubah
sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan” (Bettinghaus).
4. Persuasi adalah ”suatu proses timbal balik yang
didalamnya komunikator, dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan
responsif pada orang lain”(Nimmo)
Propaganda
1. Propaganda adalah pesan yang melibatkan simbol-simbol
yang mencakup empat hal. Pertama, interaksi simbolik atau pesan-pesan politik
yang digambarkan lewat lambang. Kedua, menggunakan pesan-pesan politik yang
didramatisir sedemikian rupa sehingga memberikan kepuasan pribadi dan dampak
tidak langsung. Ketiga, Penggunaan psikolinguistik yakni penggunaan bahasa
tertentu yang memiliki dampak psikologis. Dan keempat, Penggunaan
sosiolinguistik yaitu penggunaan bahasa yang memiliki dampak sosiologis
tertentu.
2. Ellul membedakan propaganda vertikal dan horizontal. Yang
pertama adalah transmisi dari satu kepada banyak dan terutama mengandalkan
media massa bagi penyebaran imbauannya. Sedangkan propaganda horizontal bekerja
lebih diantara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kepada kelompok,
lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi
daripada menggunakan komunikasi massa.
3. Nimmo menyarankan, supaya persuasi dan propaganda
berhasil dengan baik, maka perlu diperhatian secara khusus prinsip-prinsip umum
berikut yang dianalisis dari penelitian mengenai pengaruh komunikator terhadap
keberhasilan usaha persuasif. Unsur-unsur itu adalah :
1. status komunikator
2. kredibilitas komunikator
3. daya tarik komunikator
4. isi pesan
5. struktur pesan
6. pemilihan media yang digunakan secara tepat.
Ketertarikan khalayak terhadap Pesan yang dipakai
* Topik (pesan) yang dibahas
* Cara penyampaian
* Teknik-teknik mengembangkan pokok bahasan
* Bahasa yang dipakai
* Organisasi pesan yang dipakai
* Situasi yang dihadapi (setiap khalayak memiliki kondisi
yang unik)
* Keahlian (profesionalitas)
* Kejujuran
Subscribe to:
Posts (Atom)