MENU

Friday, October 16, 2015

HUBUNGAN DAKWAH DENGAN SYARIAT ISLAM

Makalah

Tugas untuk memenuhi Mata Kuliah
HADIST DAKWAH







OLEH:

ADE PUTRA SETIAWANSYAH      (411307110)
RIPA SURIADI                                    (411106194)
RIZQAN ANANDA                              (411307098)









PROGRAM  KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRRY
BANDA ACEH
2015

KATA PENGANTAR



Assalam mu’alaikum wr. wb.
Segala puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya, sebagaimana terkandung dalam Al-qur’an dan Al-hadist, petunjuk menuju kejalan yang lurus dan jalan yang ridhoi-Nya dan kami bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini yang berjudul     “HUBUNGAN DAKWAH DENGAN SYARIAT ISLAM”
Shalawat berserta salam dihanturkan pada kejunjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk tegaknya syi’ar islam, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa..
Akan tetapi didalam makalah kami ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam menyusun makalah  ini, oleh karena itu kami mengahrapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini, kami ucapkan terimakasih.

Wassalam mu’alaikum wr. wb.


Banda Aceh, 29 MEI 2015

Pemakalah





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengertian Dakwah Islam
Pengertian Dakwah Islam,- Secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة artinya : menyeru, memanggil, mengajak.
Dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami. oleh karenanya perlu memperhatikan unsur-unsur penting dalam berdakwah sehingga dakwah menghasilkan perubahan sikap bagi mad'u.
Sedangkan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para ahli, antara lain:
1.  Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.[1]
2.  Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.[2]
3.    Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islam merupakan aktualisasi
Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.[3]
4.    Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.[4]
5. Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
6.  Menurut Toha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akherat.[5]
  Dari beberapa definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
a.    Dakwah itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
b.  Usaha dakwah itu adalah untuk memperbaiki situasi yang lebih baik   dengan mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT.
c.  Proses penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan yang  bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).

Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat

B.     Rumusan Masalah
1.      Tujuan dakwah?
2.      Pengertian syariat islam?
3.      Hubungan dakwah dengan syariat islam ?
4.      Hukum-hukum syariat islam?
5.      Tujuan syariat islam ?
6.      Prinsip-prinsip syariat islam dalam mengembangkan islam?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui tentang dakwah.
2.      Mengetahui pengertian dari dakwah.
3.       Mengetahui Apa hubungan antara dakwah dengan syariat islam.
4.       Mengetahui Apa Itu Hukum-hukum syariat islam.
5.      Mengetahui tujuan syariat islam.
6.       Mengetahui Apa saja prinsip-prinsip syariat islam.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    TUJUAN DAKWAH
Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan ukhrawi.

Kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan
penuh optimis melaksanakan dakwah.

Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah, sehingga segala kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas. Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.

Sejarah perjuangan umat Islam dalam menegakkan panji-panji Islam pada dasarnya seluruh golongan dalam Islam sepakat memperjuangkan dan merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia. tetapi kenyataan menunjukkan hal yang berlawanan. Berubah kepada pencapaian kekuasaan golongannya sendiri sehingga menimbulkan persaingan dan pertentangan di antara golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya transaksi yang sering menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak lain dirugikan. Inilah akibat yang ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami hakikat perjuangan suci.

Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Allah Subhanhu Wa Ta'ala.







B.     Pengertian syariat
PENGERTIAN SYARIAT
Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya :
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Q.S Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariat, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariat itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariat Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk




C.    HUBUNGAN DAKWAH DENGAN SYARIAT ISLAM
A.                 Membangun masyarakat dakwah dimulai dari penyiapan sarana ta’lim (surau) dan lembaga pendidikan yang dititik beratkan kepada membentuk masyarakat berperilaku dengan akhlaq karimah sesuai pemahaman syariat Islam yang dilaksanakan secara terpadu dimulai dari lingkaran rumah tangga dan lingkungan dengan gerakan mencerdaskan umat dan menanamkan akidah  tauhid yang benar.
Pembinaan terpadu masyarakat ini diawali dari Wahyu Allah di dalam Al Quranul Karim yang menjadi landasan pembentukan masyarakat yang Rahmatan Lil ‘Alamin.  “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13).

 Masyarakat yang menjadi obyek dakwah ilaa Allah atau mad’u semestinya dibawa kepada memahami kaedah  kehidupan yang dipertajam makna dan fungsinya  oleh peran syariat arama Islam.  Sudah menjadi kenyataan bahwa nilai dinul Islam melahirkan masyarakat proaktif  menghadapi perubahan sebagai suatu realitas yang mendorong melakukan perbaikan kearah peningkatan mutu dengan basis ilmu pengetahuan (knowledge base society), basis budaya (culture base sociaty) dan  basis gama (religious base society)  yang kuat. Ajaran Islam berdasar Alquran “mengeluarkan manusia dari sisi gelap kealam terang cahaya (nur).” [6]

 Pergerakan Dakwah senantiasa berhadapan dengan Kehidupan padat Tantangan, ekonomi (iqtishadiy),  politik (assiyasiy),  pendidikan dan kemasyarakatan (ijtima’iy).
“Akan datang padamu suatu masa yang di masa itu tidak akan lebih sulit dari tiga perkara: Dirham (uang) yang halal, teman yang dipercayai kejujurannya, dan kebiasaan baik (sunnah) yang dikerjakan orang”






B.                  Tantangan dakwah sangat banyak, uluran tangan yang di dapat hanya sedikit. Diperlukan pembuatan kekuatan dakwah dengan membina hubungan kekerabatan (ukhuwwah) yang mesti  berlangsung harmonis dan baik.
Masyarakat dakwah mesti memiliki perasaan malu, bila tidak mampu membina hubungan dengan baik. Seseorang akan dihargai, apabila ia berhasil menyatu dengan linkungan kaumnya, yang akan menjadi audiensnya dalam setiap komunikasi dakwah. Hubungan kekerabatan ditengah masyarakat itu amat kompleks.
 Nilai-nilai ideal kehidupan bermasyarakat selalu akan terjaga dengan ;
a). adanya rasa memiliki bersama, kesadaran terhadap hak milik,  
b).kesadaran  dan  kesediaan untuk pengabdian. Ada kiat adat pergaulan untuk meraih keberhasilan ;perlu kesepakatan  untuk membangun kebersamaa dalam meraih kemakmuran dunia akhirat.
Masyarakat  dakwah Rahmatan lil’alamien mememiliki ciri-ciri khas (yang terkandung dalam kata maddana al-madaina  itu)[7], diantaranya ;
a)      Mudun = maju atau modern,
b)      Giat membangun (banaa-ha), baik fisik atau non fisik,
c)      Melakukan kegiatan yang beradab/memperadabkan ( hadhdhara ),

Disimpulkan bahwa Masyarakat Dakwah yang  “al hadhariyyu “ adalah masyarakat berbudaya dan al-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlaq dan memiliki peradaban melaksanakan ajaran agama (syari’at ) dengan benar, karena agama (Islam) menata gerak kehidupan riil, tatanan politik pemerintahan, sosial ekonomi, seni budaya, hak asasi manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi  yang bertujuan mewujudkan  masyarakat yang hidup senang, tenteram dan makmur = tana’ama  dengan aturan  = qanun madaniy  atau kepemilikan (perdata, ulayat) dan hak-hak sipil masyarakatnya. Masyarakat dakwah yang madani adalah masyarakat kuat berpendidikan dan berpandangan.
C.                 Masyarakat Muslim mesti paham dengan agamanya. Mereka mesti memelihara perinsip hidup berakidah dan istiqamah, tetaplah berdiri sebagai pembela yang benar.
Bimbingan TAUHID mendorong untuk merakit masa depan sejak kini, “Berbuatlah untuk hidup akhirat mu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selamanya.”  (Hadist). Hukum Syara’ menghendaki keseimbangan antara  hidup rohani dan jasmani. Ide bahwa kepentingan bersama berada pada tingkat paling utama dibanding kepentingan sendiri. Dapat di maknai bahwa individualistic sangat tidak diminati dalam tatanan masyarakat adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah . Inilah gambaran masyarakat Madani yang bertauhid.
D.                 Pranata sosial budaya (”social and cultural institution”)  adalah batasan-batasan perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan dalam menata kehidupan bersama (rules of the game). Agama Islam membentuk pranata sosial berpedoman  kepada Syari’at (sunnah dan Kitabullah).  Ukhuwwah akan menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak.
Nilai-nilai ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
Pemantapan tamaddun tauhidik yang sesuai dengan ajaran Islam menjadi landasan dasar pengkaderan umat mewujudkan masyarakat Rahmatan Lil Alamin, diantaranya ;   

a)      Memelihara dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,

b)      Mengupayakan berlangsungnya timbang terima kepemimpinan berkesinambungan secara alamiah,

c)      Teguh dan setia melaksanakan pembinaan dan mengajarkan adat istiadat kepada  anak kemenakan dan menjaga lingkungan dengan baik,  

d)      Rajin, disiplin dan tidak mubadzir, karena segala perbuatan disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman. 


E.                  Khulasahnya ;  Bimbingan ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN menekankan akan perlindungan hak dan kewajiban dan tujuannya membentuk ikatan yang tenteram, bahagia dan berkekalan (sustainability) dalam aturan ketentuan agama (etika religi) menurut syariat Islam.
Semua orang berkeinginan untuk hidup bahagia dan langgeng dalam kebersamaan. Dengan  berhimpun (ijtima’iy) dapat dicapai kesatuan, kekompakan  dan kebahagiaan.
1.      Saling Mengerti  dalam menjalin komunikasi masing-masing. Perbedaan adalah karunia Allah. Menghormati kebiasaan, kesukaan masing masing. Mengedepankan pendidikan karakter secara proporsional (baik pada diri masing-masing, maupun orang-orang terdekat yang relevan dengan ketentuan yang dibenarkan syari’at.
2.      Saling Menerima,  dalam satu team work (ta’awun), saling membantu satu sama lain. Satu kesatuan kelompok adalah ibarat satu tubuh dengan beragam peran kehendak. Dengan saling pengertian, beragam warna akan menampilkan keindahan.
3.      Saling Menghargai dalam perkataan dan perasaan, bakat dan keinginan. Bersikap saling menghargai adalah jembatan menuju kuatnya satu team work.
4.      Saling Memercayai, melahirkan kemerdekaan berfikir, inovasi dan kreasi mencapai kemajuan dan keselarasan yang lebih meningkat. Hal ini mesti disadari merupakan amanah Allâh.
5.      Saling Menyintai,  memunculkan sikap lemah lembut dalam bicara, bijaksana dalam pergaulan, tidak mudah tersinggung, dan perasaan selalu tenteram, menjadi modal besar untuk kegiatan “public speaking” dengan budi bahasa yang baik membangun misi keumatan. Satu realita objektif  adalah ;  Siapa yang paling banyak menyelesaikan persoalan masyarakat akan berpeluang banyak mengatur masyarakat.
Perlu program yang jelas ;
a)                  Mengokohkan pegangan umat dengan keyakinan dasar Islam sebagai suatu cara hidup yang komprehensif.
b)                  Menyebarkan budaya berlandasan wahyu di atas kemampuan akal.
c)                  Memperluas penyampaian cara-cara dan aturan hidup dalam tatanan kehidupan sesuai tuntunan agama Islam, mencakup aspek-aspek sosio politik, ekonomi, komunikasi, pendidikan dan lain-lain, sebagai ciri khas masyarakat Madani.

D.    HUKUM-HUKUM SYARIAT ISLAM
Hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata.[8] Sedangkan Joseph Schacht mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik dan hukum.
Terkait tentang sumber hukum, kata-kata sumber hukum Islam merupakan terjemahan dari lafazh Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Penggunaan mashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syar’iyyah.
Yang dimaksud Masadir al-Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukum. Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).
KRITERIA HUKUM
Seseorang yang menggeluti bidang fiqh tidak bisa sampai ke tingkat mujtahid kecuali dengan memenuhi beberapa syarat, sebagian persyaratan itu ada yang telah disepakati, dan sebagian yang lain masih diperdebatkan. Adapun syarat-syarat yang telah disepakati adalah:
a)      Mengetahui al-Quran
v  Mengetahui Asbab al-nuzul
v  Mengetahui nasikh dan mansukh
b)      Mengetahui as-sunnah
v  Mengetahui ilmu diroyah hadits
v  Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh
v  Mengetahui asbab al-wurud hadis
c)      Mengetahui bahasa Arab
d)      Mengetahui tempat-tempat ijma’
e)      Mengetahui ushul fiqh
f)       Mengetahui maksud dan tujuan syariah
g)      Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
h)      Bersifat adil dan taqwa
i)        mengetahui ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, dan mengetahui cabang-cabang fiqh.[9]

E.     TUJUAN SYARIAT ISLAM 
Tujuannya adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada 5 hal
v  Hifdzud diin (menjaga agama)
v  Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
v  Hifdzul maal (menjaga harta)
v  Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
v  Hifdzun nafs (menjaga diri).










F.   PRINSIP-PRINSIP SYARIAT ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
1.      Tidak Mempersulit
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya.
2.      Mengurangi Beban
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri.
 Allah swt. Berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian”....(QS. al-Maidah: 101)
3.      Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini  akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran;
a.      Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
b.       Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
c.       Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”
Lalu surat al-Mu’min: 55
“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”
4.      Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
‘Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang sebanding dengan hukum tersebut.
5.      Persamaan dan Keadilan
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa: 58)




BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
 Syariat islam adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia Menempuh Atau Menunjukan Jalan Menuju Kejalan Yang Benar Serta Dilandasi Sumber-Sember Hukum Yang Berlaku dan Menempuh Atau Menunjukan Jalan Menuju Kejalan Yang Benar Atau Jalan Yang Di Ridhoi Allah Swt untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an . yang di dasari oleh sumber-sumber hukum yang gunanya untuk menyebarkan agama ALLAH SWT. Dan memiliki tujuan beserta prinsip-prinsip dalam mengembangkan islam menjadi luas.









                                                                                                   






DAFTAR PUSTAKA


- Dasar – dasar agama islam, prof. Dr. Zakiah haradjat dkk, 1999, jakarta.

- Fiqh islam, h. Sulaiman rasjid, 1976, attahiriyah, bandung.

- Pendidikan agama islam, drs. Nandang l. Hakim, 1988, ganeca exac, bandung

-          kutipan dari http://www.usc.edu/dept/MSA/law/shariahi….

-          Kutipan dari http://www.cybermq.com/index.php?pustaka…

-          Syafe’i, Rachmat dalam  Ilmu Ushul Fiqih

-          Zuhri, Saifudin, Ushul Fiqh: Akal Sebagai Sumber Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

-          Basyir, Ahmad Azhar, dkk, Ijtihad dalam Sorotan, Bandung: Penerbit Mizan, 1988

-          Lismanto dalam Pembaharuan Hukum Islam Berbasis Tradisi: Upaya Meneguhkan Universalitas Islam dalam Bingkai Kearifan Lokal

-          Qardawi,Yusuf, Ijtihad dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987





[1] Hasmy, Dustur Dakwah menurut al-Qur’an  (Jakarta: Bulan Bintang,1997), Hal. 18.
[2] M Kholili, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Psikologi (Yogyakarta, UD. Rama, 1991) Hal. 66.
[3] Amrullah Ahmad,ed. Dakwah dan Perubahan sosial (Yogyakarta: Prima Duta,  1983), hal 2.
[4] Amin Rais,Cakrawala Islam  (Bandung,: Mizan 1991), Hal 26.
[5] Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Wijaya,1976), Hal. 1.

[6] Lihat QS.14, Ibrahim : 1.
[7] Lihat Kamus Arab-Indonesia, Al Munawwir, Cet.XIV, Pustaka Progressif Surabaya, 1997, hal.1320. Lihat juga Al-Munjid fi al-Lughah al-‘Arabi’ah al-Mu’ashirah, Cet. I, Daarul Musyrif Bairut, 2000, hal. 1326-1327.).

[8] Said Ramadan, Islamic Law, It’s Scope and Equity, alih bahasa Badri Saleh dengan judul Keunikan dan Keistimewaan Hukum Islam (Jakarta: Firdaus, 1991), hal. 7.
[9] Kutipan dari: http://ahmadfuadhasan.blogspot.com pada 24 Mei 2015