MENU

Friday, October 16, 2015

ANALISIS KOMUNIKASI DALAM PROSES BUDAYA


 by: ADE PUTRA SETIAWANSYAH

Komunikasi adalah aktivitas yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kegiatan ini sering berlangsung di antara individu-individu yang berlainan latar belakang dan budaya.

  Definisi komunikasi menurut beberapa para ahli adalah sebagai berikut :

a.            Harorl D. Lasswell, 1960

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?).

b.            David K. Berlo, 1965

Komunikasi sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi setiap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam memciptakan keseimbangan dengan masyarakat.

c.             Shannon & Weaver, 1949

Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.

d.            Kamus Besar Bahasa Indonesia

Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak.

e.          Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri

Komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami.

Sementara budaya berasal kata budi dan daya. Budi bermakna pemikiran / perasaan sedangkan daya berarti kemampuan. Hal tersebut bermakna bahwa hanya manusialah yang mempunyai kekuatan tersebut untuk membuat kehidupan dirinya dan mahluk yang lain menjadi lebih baik. Hanya manusialah yang mempunyai budaya yang lebih baik dari mahluk lain.

Dengan kekuatan tersebut maka manusia diharapkan mampu memimpin alam semesta ini. Tetapi tentu saja, menjadi pemimpin tidaklah mudah sebab kita pasti diminta pertanggungjawaban terhadap semua amal perbuatan kita dalam memimpin, setidaknya memimpin diri kita sendiri. Sudahkah kita mengendalikan diri dalam berkomunikasi? Asking is thinking yang saya sajikan diatas tentunya berkaitan dengan budaya manusia, terutama dalam proses berkomunikasi.

Parasosiolog dan antropolog menyarikan bahwa budaya merupakan proses konvensi atau kesepakatan berdasarkan pemikiran dan perasaan manusia dengan kumpulannya. Termasuk salah satunya ialah kesepakatan bahasa. Perlu ditekankan dalam pemaknaan bahasa di sini bukan saja perihal komunikasi verbal tetapi juga bahasa yang mengarah kepada non verbal. Secara jelas, mungkin kita tetap bisa hidup tanpa budaya dan bahasa, namun tidak sebaik sekarang.

Mungkin kita tetap bisa hidup di zaman batu karena budaya dan bahasa yang disepakati pada saat itu lebih sederhana daripada sekarang ini. Namun karena kita telah terbiasa dengan kemajuan budaya dan bahasa kita sehingga kalau sekarang kita diminta kembali ke zaman batu tentunya akan mengalami tekanan (stress).

Mengapa stress? Karena terjadi kesenjangan antara harapan kita yang ingin berkomunikasi dan berbudaya secara maju namun realitanya kalau kita kembali ke zaman batu, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, fenomena akan selalu kembali merujuk kepada konteksnya (Albert Camus).

Oleh karena pentingnya budaya dalam proses komunikasi sebagai salah satu determinan atau faktor penentu maka Burgon & Huffner (2002) menjelaskan bahwa budaya merupakan salah satu fondasi utama dalam proses komunikasi. Pernyataan ini mempunyai alasan bahwa budaya merupakan faktor pembentuk adanya bahasa yang disepakati dalam komunitas tertentu.

2.                 Komunikasi sebagai Proses Budaya

Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab, komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam lingkup komunitas tertentu). Dan pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya hasil karya seperti sebuah bangunan.

Bukankah bangunan didirikan karena ada konsep, gagasan, kemudian didiskusikan (dengan keluarga, pekerja atau arsitek) dan berdirilah sebuah rumah. Maka komunikasi, nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan. Dengan kata lain, komunikasi bisa disebut sebagai proses budaya yang ada dalam masyarakat.

Jika ditinjau secara lebih kongkrit, hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan akan semakin jelas :

1.      Dalam mempraktekkan komunikasi manusia membutuhkan peralatan-peralatan tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran.Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non verbal) untuk mendukung komunikasi lisan.

Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka digunakanlah peralatan komunikasimassaseperti televisi,suratkabar, radio dan lain-lain.

2.      Komunikasi menghasilkan mata pencaharian hidup manusia. Komunikasi yang dilakukan lewat televisi misalnya membutuhkan orang yang digaji untuk “mengurusi” televisi.

3.      Sistem kemasyarakatan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi, misalnya sistem hukum komunikasi.

Sebab, komunikasi akan efektif manakala diatur dalam sebuah regulasi agar tidak melanggar norma-norma masyarakat. Dalam bidang pers, dibutuhkan jaminan kepastian hukum agar terwujud kebebasan pers. Namun, kebebasan pers juga tak serta merta dikembangkan di luar norma masyarkat. Di sinilah perlunya sistem hukum komunikasi.

4.      Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampai pesan kepada orang lain. Wujud banyaknya bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi menunjukkan bahwa bahasa sebagai isi atau wujud dari komunikasi. Bagaimana penggunaan bahasa yang efektif, memakai bahasa apa, siapa yang menjadi sasaran adalah manifestasi dari komunikasi sebagai proses budaya. Termasuk di sini juga ada manifestasi komunikasi sebagai proses kesenian misalnya, di televisi ada seni gerak (drama, sinetron, film) atau seni suara (menyanyi, dialog).

5.      Sistem pengetahuan atau ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi. Bagaimana mungkin suatu komunikasi akan berlangsung menarik dan dialogis tanpa ada dukungan ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu tentang berbicara dan menyampaikan pendapat. Bukti bahwa masing-masing pribadi berbeda dalam penyampaian,gaya, pengetahuan yang dimiliki menunjukkan realitas tersebut.

Komunikasi sebagai proses budaya tak bisa dipungkiri menjadi obyektivasi antara budaya dengan komunikasi. Proses ini meliputi peran dan pengaruh komunikasi dalam proses budaya. Komunikasi adalah proses budaya karena di dalamnya ada proses seperti layaknya sebuah proses kebudayaan, punya wujud dan isi serta kompleks keseluruhan.

Sesuatu dikatakan komunikasi jika ada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya. Kebudayaan juga hanya bisa disebut kebudayaan jika ada unsur-unsur yang terlibat di dalamnya yang membentuk sebuah sistem.

3.                 Bahasa dalam Lintas Budaya

Kita tidak dapat menafikan bahwa bahasa sangat terpengaruh oleh budaya. Oleh karena zaman globalisasi ini maka memungkinkan budaya saling bersinggungan. Persinggungan dan pertemuan budaya inilah yang memungkinkan manusia memasuki alam lintas budaya.

Menurut catatan Burgon & Huffner (2002), beberapa perbedaan bahasa dalam lintas budaya dapat terlihat dari;

1.      Contoh :

Perbedaan bahasa non verbal  ‘anggukan’ dalam konteks budaya Indonesiadengan India, cipika-cipiki (touching) dalam konteks budaya timur dengan barat.

2.      Contoh :

Perbedaan intonasi yang meninggi di Jawa Timur akan dirasa intonasi  ‘mendikte’ oleh orang yang mempunyai orientasi budaya Jawa Tengah atauYogyakarta.

3.      Contoh :

Perbedaan pemaknaan bahasa/ kata  ‘butuh’ dalam konteks budayaIndonesiadimaknai sebagai keperluan dan dalam konteks budayaMalaysiadimaknai sebagai alat kelamin.

4.      Konteks budaya Jawa Timur cenderung lebih asertif perbedaan diksi  dalam menyampaikan pendapat daripada konteks budaya Jawa Tengah yang cenderung ‘unggah-ungguh’ sehingga diksinya pun berbeda.  Contoh: leveling diksi  penyebutan ‘kamu’ dalam konteks budaya Jawa Tengah yang berjenjang, yaitu ‘kowe’, ‘sampeyan’, ‘panjenengan’, ‘pangandika’.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsinya dasarnya komunikasi merupakan suatu proses budaya. Artinya, komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok lain, tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan. Misalnya, anda berkomunikasi dengan suku AboriginAustralia secara tidak langsung anda sedang berkomunikasi berdasarkam kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan lain.

 Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah alat komunikasi. Dengan demikian komunikasi juga disebut sebagai proses budaya.

Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan lainnya, spserti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan inheren dalam proses komunikasi manusia.

Dengan sifatnya yang demikian, Komunikasi Antar Budaya dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan  komunikasimassa.

Dalam perkembangannya teori Komunikasi Antar Budaya telah menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya adalah:

Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970)
Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974)
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974)
Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari definisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya.

4.                  Hubungan Timbal Balik antara Komunikasi dengan Kebudayaan

Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’. Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta adanya saling ketergantungan antar keduanya.

Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari bahwa:

1. Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu;

2. Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.

Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:

1. Kebudayaan meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama.

2. Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.

Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.

5.                 Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa orang  yang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini untuk menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya banyak manusia yang mengalami hambatan ketika berkomunikasi antar budaya.

Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang lain dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini disebabkan karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang lebih rendah dan lebih tinggi ( Devito, 1991).

Misalnya, konflik yang terjadi antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis menganggap bahwa etnisnya lah yang paling baik, sementara etnis lain dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme). Hal ini yang menyebabkan konflik tersebut berkepanjagan dan sulit diselesaikan.

Kesulitan lain adalah apabila ia menganggap semua orang sama dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut Stereotype. Sebenarnya manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang sama dalam semua budaya.

Sebagai contoh, bisa dilihat pada kebiasaan menganggukkan kepala. Di Indonesia atau di negara-negara lain seperti Amerika, anggukan kepala diartikan sebagai “iya” atau “mengerti”, sementara di Jepang, anggukan kepala diartikan sebagai “saya mendengarkan”.

Orang-orang Eskimo, misalnya, biasa bersalaman dengan saling menggesek-gesekkan hidung. Bayangkan bila mereka melakukannya dengan orang Eropa atau Asia yang tidak mengetahui kebiasaan tersebut, tentunya bangsa Eskimo akan dianggap tidak sopan.

Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah memperhatikan budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, Devito mengatakan bahwa komunikasi antar budaya yang efektif umumnya dapat diperkuat dengan memanfaatkan karakteristik- karakteristik yang menandai interaksi antarpribadi yang efektif. Misalnya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan, manajemen interaksi, daya ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.

Jadi, setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan, dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif, menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.

Dalam komunikasi antar budaya kualitas kedekatan sangat penting agar memperkecil perbedaan, dan bersikap sensitive terhadap perbedaan ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati dengan ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir kita harus menyadari bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan. Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antar budaya menjadi tiada.

Kesimpulan



Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab, komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam lingkup komunitas tertentu). Dan pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya hasil karya seperti sebuah bangunan.


Jadi, setiap orang yang berkomunikasi antar budaya setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan, dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif, menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong.

No comments:

Post a Comment