Komunikasi adalah aktivitas yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia sehari-hari. Kegiatan ini sering berlangsung di antara
individu-individu yang berlainan latar belakang dan budaya.
Definisi komunikasi menurut beberapa para ahli adalah
sebagai berikut :
a.
Harorl D. Lasswell, 1960
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang
menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan
akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With
what effect?).
b.
David K. Berlo, 1965
Komunikasi sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna
untuk mengetahui dan memprediksi setiap orang lain, juga untuk mengetahui
keberadaan diri sendiri dalam memciptakan keseimbangan dengan masyarakat.
c.
Shannon
& Weaver, 1949
Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling
pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak
terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam
hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.
d.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami;
hubungan; kontak.
e.
Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri
Komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari satu sumber
kepada penerima agar dapat dipahami.
Sementara budaya berasal kata budi dan daya. Budi bermakna
pemikiran / perasaan sedangkan daya berarti kemampuan. Hal tersebut bermakna
bahwa hanya manusialah yang mempunyai kekuatan tersebut untuk membuat kehidupan
dirinya dan mahluk yang lain menjadi lebih baik. Hanya manusialah yang mempunyai
budaya yang lebih baik dari mahluk lain.
Dengan kekuatan tersebut maka manusia diharapkan mampu
memimpin alam semesta ini. Tetapi tentu saja, menjadi pemimpin tidaklah mudah
sebab kita pasti diminta pertanggungjawaban terhadap semua amal perbuatan kita
dalam memimpin, setidaknya memimpin diri kita sendiri. Sudahkah kita
mengendalikan diri dalam berkomunikasi? Asking is thinking yang saya sajikan
diatas tentunya berkaitan dengan budaya manusia, terutama dalam proses
berkomunikasi.
Parasosiolog dan antropolog menyarikan bahwa budaya
merupakan proses konvensi atau kesepakatan berdasarkan pemikiran dan perasaan
manusia dengan kumpulannya. Termasuk salah satunya ialah kesepakatan bahasa.
Perlu ditekankan dalam pemaknaan bahasa di sini bukan saja perihal komunikasi
verbal tetapi juga bahasa yang mengarah kepada non verbal. Secara jelas,
mungkin kita tetap bisa hidup tanpa budaya dan bahasa, namun tidak sebaik
sekarang.
Mungkin kita tetap bisa hidup di zaman batu karena budaya
dan bahasa yang disepakati pada saat itu lebih sederhana daripada sekarang ini.
Namun karena kita telah terbiasa dengan kemajuan budaya dan bahasa kita
sehingga kalau sekarang kita diminta kembali ke zaman batu tentunya akan
mengalami tekanan (stress).
Mengapa stress? Karena terjadi kesenjangan antara harapan
kita yang ingin berkomunikasi dan berbudaya secara maju namun realitanya kalau
kita kembali ke zaman batu, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Oleh karena
itu, fenomena akan selalu kembali merujuk kepada konteksnya (Albert Camus).
Oleh karena pentingnya budaya dalam proses komunikasi
sebagai salah satu determinan atau faktor penentu maka Burgon & Huffner
(2002) menjelaskan bahwa budaya merupakan salah satu fondasi utama dalam proses
komunikasi. Pernyataan ini mempunyai alasan bahwa budaya merupakan faktor
pembentuk adanya bahasa yang disepakati dalam komunitas tertentu.
2.
Komunikasi sebagai Proses Budaya
Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab,
komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan
dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu
komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam
lingkup komunitas tertentu). Dan pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut
tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya hasil karya seperti sebuah
bangunan.
Bukankah bangunan didirikan karena ada konsep, gagasan,
kemudian didiskusikan (dengan keluarga, pekerja atau arsitek) dan berdirilah
sebuah rumah. Maka komunikasi, nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan.
Dengan kata lain, komunikasi bisa disebut sebagai proses budaya yang ada dalam
masyarakat.
Jika ditinjau secara lebih kongkrit, hubungan antara
komunikasi dengan isi kebudayaan akan semakin jelas :
1. Dalam mempraktekkan
komunikasi manusia membutuhkan peralatan-peralatan tertentu. Secara minimal
komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang
berkaitan dengan bunyi ujaran.Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh
lain (komunikasi non verbal) untuk mendukung komunikasi lisan.
Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran komunikasi yang
lebih luas pula, maka digunakanlah peralatan komunikasimassaseperti
televisi,suratkabar, radio dan lain-lain.
2. Komunikasi menghasilkan
mata pencaharian hidup manusia. Komunikasi yang dilakukan lewat televisi
misalnya membutuhkan orang yang digaji untuk “mengurusi” televisi.
3. Sistem kemasyarakatan
menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi, misalnya sistem hukum
komunikasi.
Sebab, komunikasi akan efektif manakala diatur dalam sebuah
regulasi agar tidak melanggar norma-norma masyarakat. Dalam bidang pers,
dibutuhkan jaminan kepastian hukum agar terwujud kebebasan pers. Namun,
kebebasan pers juga tak serta merta dikembangkan di luar norma masyarkat. Di
sinilah perlunya sistem hukum komunikasi.
4. Komunikasi akan menemukan
bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampai
pesan kepada orang lain. Wujud banyaknya bahasa yang digunakan sebagai alat
komunikasi menunjukkan bahwa bahasa sebagai isi atau wujud dari komunikasi.
Bagaimana penggunaan bahasa yang efektif, memakai bahasa apa, siapa yang
menjadi sasaran adalah manifestasi dari komunikasi sebagai proses budaya.
Termasuk di sini juga ada manifestasi komunikasi sebagai proses kesenian
misalnya, di televisi ada seni gerak (drama, sinetron, film) atau seni suara
(menyanyi, dialog).
5. Sistem pengetahuan atau
ilmu pengetahuan merupakan substansi yang tak lepas dari komunikasi. Bagaimana
mungkin suatu komunikasi akan berlangsung menarik dan dialogis tanpa ada
dukungan ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu tentang
berbicara dan menyampaikan pendapat. Bukti bahwa masing-masing pribadi berbeda
dalam penyampaian,gaya, pengetahuan yang dimiliki menunjukkan realitas
tersebut.
Komunikasi sebagai proses budaya tak bisa dipungkiri menjadi
obyektivasi antara budaya dengan komunikasi. Proses ini meliputi peran dan
pengaruh komunikasi dalam proses budaya. Komunikasi adalah proses budaya karena
di dalamnya ada proses seperti layaknya sebuah proses kebudayaan, punya wujud
dan isi serta kompleks keseluruhan.
Sesuatu dikatakan komunikasi jika ada unsur-unsur yang
terlibat di dalamnya. Kebudayaan juga hanya bisa disebut kebudayaan jika ada
unsur-unsur yang terlibat di dalamnya yang membentuk sebuah sistem.
3.
Bahasa dalam Lintas Budaya
Kita tidak dapat menafikan bahwa bahasa sangat terpengaruh
oleh budaya. Oleh karena zaman globalisasi ini maka memungkinkan budaya saling bersinggungan.
Persinggungan dan pertemuan budaya inilah yang memungkinkan manusia memasuki
alam lintas budaya.
Menurut catatan Burgon & Huffner (2002), beberapa
perbedaan bahasa dalam lintas budaya dapat terlihat dari;
1. Contoh :
Perbedaan bahasa non verbal ‘anggukan’ dalam konteks
budaya Indonesiadengan India, cipika-cipiki (touching) dalam konteks budaya
timur dengan barat.
2. Contoh :
Perbedaan intonasi yang meninggi di Jawa Timur akan dirasa
intonasi ‘mendikte’ oleh orang yang mempunyai orientasi budaya Jawa
Tengah atauYogyakarta.
3. Contoh :
Perbedaan pemaknaan bahasa/ kata ‘butuh’ dalam konteks
budayaIndonesiadimaknai sebagai keperluan dan dalam konteks
budayaMalaysiadimaknai sebagai alat kelamin.
4. Konteks budaya Jawa Timur
cenderung lebih asertif perbedaan diksi dalam menyampaikan pendapat
daripada konteks budaya Jawa Tengah yang cenderung ‘unggah-ungguh’ sehingga
diksinya pun berbeda. Contoh: leveling diksi penyebutan ‘kamu’
dalam konteks budaya Jawa Tengah yang berjenjang, yaitu ‘kowe’, ‘sampeyan’,
‘panjenengan’, ‘pangandika’.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
asumsinya dasarnya komunikasi merupakan suatu proses budaya. Artinya,
komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok lain, tak lain adalah sebuah
pertukaran kebudayaan. Misalnya, anda berkomunikasi dengan suku
AboriginAustralia secara tidak langsung anda sedang berkomunikasi berdasarkam
kebudayaan tertentu milik anda untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi
kebudayaan lain.
Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur
kebudayaan, salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah alat
komunikasi. Dengan demikian komunikasi juga disebut sebagai proses budaya.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi
ini serta perbedaan lainnya, spserti kepribadian individu, umur, penampilan
fisik, menjadi permasalahan inheren dalam proses komunikasi manusia.
Dengan sifatnya yang demikian, Komunikasi Antar Budaya
dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti
komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan komunikasimassa.
Dalam perkembangannya teori Komunikasi Antar Budaya telah
menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya adalah:
Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan
dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970)
Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara
orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974)
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam
suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa,
nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974)
Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena
komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda
terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung
atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari definisi tersebut nampak jelas penekanannya pada
perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses
komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya.
4.
Hubungan Timbal Balik antara Komunikasi dengan Kebudayaan
Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi
antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’. Hal ini
ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang
komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep
komunikasi dan kebudayaan serta adanya saling ketergantungan antar keduanya.
Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari
bahwa:
1. Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau
berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu;
2. Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan
generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana
komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak
terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:
1. Kebudayaan meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan
yang dipelajari dan dimiliki bersama.
2. Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan
komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang
harus dipelajari dan dimiliki bersama.
Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan kebudayaan
bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan
kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut.
Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana
simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara
orang-orang didalamnya.
5.
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Sebenarnya kita harus memperhatikan secara khusus bahwa
orang yang berbeda budaya akan berkomunikasi secara berbeda pula. Hal ini
untuk menjaga agar interaksi yang terjalin tidak terhambat. Namun kenyataannya
banyak manusia yang mengalami hambatan ketika berkomunikasi antar budaya.
Satu kesulitan adalah kecenderungan kita untuk melihat orang
lain dan perilaku mereka melalui kacamata kultur kita sendiri, hal ini
disebabkan karena etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk
mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai
lebih baik, lebih logis dan lebih wajar ketimbang dalam kultur lain. Kita perlu
menyadari bahwa kita dan orang lain berbeda tetapi setara, tidak ada yang lebih
rendah dan lebih tinggi ( Devito, 1991).
Misalnya, konflik yang terjadi antara etnis Dayak dan Madura
di Kalimantan Barat. Masing-masing etnis menganggap bahwa etnisnya lah yang
paling baik, sementara etnis lain dianggap jelek atau buruk (etnosentrisme).
Hal ini yang menyebabkan konflik tersebut berkepanjagan dan sulit diselesaikan.
Kesulitan lain adalah apabila ia menganggap semua orang sama
dengan anggota kelompok/etnisnya, hal ini biasa disebut Stereotype. Sebenarnya
manusia adalah makhluk yang unik, dengan kata lain manusia memiliki
karakteristiknya sendiri-sendiri. Maka, tidak semua perilaku komunikasi baik
secara verbal maupun nonverbal mempunyai makna yang sama dalam semua budaya.
Sebagai contoh, bisa dilihat pada kebiasaan menganggukkan kepala.
Di Indonesia atau di negara-negara lain seperti Amerika, anggukan kepala
diartikan sebagai “iya” atau “mengerti”, sementara di Jepang, anggukan kepala
diartikan sebagai “saya mendengarkan”.
Orang-orang Eskimo, misalnya, biasa bersalaman dengan saling
menggesek-gesekkan hidung. Bayangkan bila mereka melakukannya dengan orang
Eropa atau Asia yang tidak mengetahui kebiasaan tersebut, tentunya bangsa
Eskimo akan dianggap tidak sopan.
Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang haruslah
memperhatikan budaya yang dimiliki individu tersebut. Dengan kata lain, Devito
mengatakan bahwa komunikasi antar budaya yang efektif umumnya dapat diperkuat
dengan memanfaatkan karakteristik- karakteristik yang menandai interaksi
antarpribadi yang efektif. Misalnya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap
positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan, manajemen interaksi, daya
ekspresi, dan berorientasi kepada lawan bicara.
Jadi, setiap orang yang berkomunikasi antar budaya
setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan, dan sikap.
Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang
berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif,
menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam
setiap situasi serta tidak sombong.
Dalam komunikasi antar budaya kualitas kedekatan sangat
penting agar memperkecil perbedaan, dan bersikap sensitive terhadap perbedaan
ketika akan mengambil alih pembicaraan. Selain itu, isyaratkan empati dengan
ekspresi wajah, gerak gerik yang penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang
mencerminkan pengertian (verbal dan nonverbal). Terakhir kita harus menyadari
bahwa setiap orang punya andil dalam pembicaraan. Dengan demikian, hambatan
yang ada dalam komunikasi antar budaya menjadi tiada.
Kesimpulan
Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab,
komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan
dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas,
maka menjadi sebuah kelompok aktivitas (kompleks aktivitas dalam lingkup
komunitas tertentu). Dan pada akhirnya, komunikasi yang dilakukan tersebut tak
jarang membuahkan suatu bentuk fisik misalnya hasil karya seperti sebuah
bangunan.
Jadi, setiap orang yang berkomunikasi antar budaya
setidaknya bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan, dan sikap.
Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang
berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif,
menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam
setiap situasi serta tidak sombong.
No comments:
Post a Comment