"Hado creates words. Words are the vibrations of
nature. Therefore beautiful words create beautiful nature. Ugly words create
ugly nature. This is the root of the universe". (Masaru Emoto)
Hado diartikan sebagai fluktuasi gelombang energi. Dasar
teorinya adalah Mekanika Kuantum (Quantum Mechanics) atau Fisika Kuantum
(Quantum Physics) tentang bentuk vibrasi (getaran gelombang) intrinsik tingkat
atom pada semua benda. Getaran gelombang tersebut membentuk unit energi
terkecil.
Sentanu (2007) mengatakan, ilmuwan fisika kuantum
menjelaskan bahwa energi terhalus yang dinamakan quark, string atau biasa
disebut quanta yang "tak tampak" perwujudannya ternyata merupakan
bahan baku dasar dari semua benda yang "tampak" wujudnya. Energi
quanta ini secara menyeluruh dan built-in menyelimuti dan merasuki semua benda
yang tampak maupun tak tampak. Quanta adalah "bahan baku" semua benda
di alam semesta. Luar biasanya, quanta bukanlah sembarang benda, tetapi lebih
merupakan vibrasi energi yang memiliki kecerdasan dan kesadaran hidup.
Komunikologi
Dalam ilmu komunikasi, konsep komunikologi kurang populer.
Apalagi diikuti kata hado di belakangnya. Komunikologi tiada lain adalah studi
tentang ilmu komunikasi. Jadi komunikologi bukan hanya persoalan the science of
communication, melainkan the study of the science of communication.
Komunikologi adalah epistemologis dari communication as a science, menyangkut
bagaimana memperoleh pemahaman tentang komunikasi sebagai suatu ilmu.
Selama ini, studi tentang ilmu komunikasi di seluruh
perguruan tinggi di mana pun lebih terfokus pada human communication, sedikit
sekali telaahan non-human communication. Dalam ilmu komunikasi, non-human
communication dapat meliputi komunikasi dengan binatang (communication with
animals), komunikasi dengan tanaman (biocommunication with plants), termasuk
komunikasi dengan lingkungan (communication with the environment).
Bidang-bidang itu dapat memperkaya taksonomi komunikologi.
Komunikologi hado sebenarnya merupakan studi komunikasi yang
memadukan pendekatan "alamiah" alam (non-human) alam dengan
"alamiah" manusia (human). Hado yang berarti gelombang energi ini
secara alamiah bersifat netral, tetapi ketika mendapatkan pemaknaan manusia,
hado tersebut dapat dikategorikan positif dan negatif.
Hado dapat mudah berpindah dan berubah, seperti secara fisik
terjadi perubahan energi atas semua benda. Akan tetapi, tidak mudah energi ini
dapat dilihat oleh manusia. Dengan demikian, komunikasi manusia melalui dan
dengan hado alam semesta, memerlukan suatu studi yang khusus, untuk mengurai
terjadinya suatu proses dialektika yang unik. Paling tidak, manusia perlu
menyadari bahwa proses "alamiah" itu terjadi, dan manusia dapat
mengambil manfaat daripadanya.
Uraian tentang komunikologi hado pada akhirnya secara
aksiologis diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kualitas human
communication dan non-human communication. Misalnya atas dasar kesadaran akan
hado, kita dapat mengeliminasi kegagalan memahami dan membina silaturahmi
dengan orang lain (human communication) sekaligus mengeliminasi kerusakan alam
dan lingkungan hidup (non-human communication).
Prinsip dasar hado
Masaru Emoto (2006) mengatakan, semua benda yang ada di muka
bumi ini memiliki hado (vibrasi gelombang energi kuantum). Benda yang satu
dapat menerima gelombang energi dari benda lainnya, jika masing-masing dalam
frekuensi yang sama. Sebagai ilustrasi dapat dilakukan uji coba pada 3 buah
garpu tala, yang intinya bahwa garputala akan mengeluarkan bunyi (berupa
resonansi atau gaung) jika mendapat resonansi gaung pada frekuensi yang sama.
Dengan prinsip tersebut dapat diketahui bahwa benda-benda
dengan hado yang sejenis dengan hado dalam diri manusia dapat membentuk
resonansi yang sama. Sebaliknya, manusia dapat membentuk resonansi dengan hado
yang datang dari benda-benda dengan hado yang sejenis. Setiap benda yang
dimaksud adalah pada tingkat materi atom yang membentuk molekul, dan partikel
subatom yang membentuk atom. Setiap partikel subatom tersebut mempunyai
gelombang intrinsik tersendiri.
Berdasarkan prinsip kesamaan gelombang tersebut, lahirlah
konsep homeopaty, yaitu penyembuhan melalui teori hado. Intinya, membuat proses
penstabilan gelombang. Untuk mencapai kondisi seimbang (stabil), perlu diberi
resonansi yang sama dengan bentuk gelombang yang diterima, tetapi pada posisi
kebalikannya.
Konsep tersebut diilhami penelitian Yoshio Yamasaki, dkk.
yang membuktikan "penggunaan suara untuk menghilangkan suara". Mereka
berhasil menciptakan suasana tenang dengan menggunakan suara
"tandingan" yang dapat menahan suara bising.
Tanpa menggunakan media air pun, secara alamiah manusia
dapat berupaya pada meraih posisi kesehatan psikologis agar lebih stabil. Jika
manusia mengalami gelombang (hado) negatif, seperti stres, khawatir, dan cemas
ungkapkanlah kata-kata yang memiliki hado positif (yang dianggap sebagai
gelombang kebalikannya dari gelombang negatif), seperti rileks, tenang, dan
lega.
Jadi jika kita stres, ucapkanlah rileks atau jika kita khawatir
ucapkanlah tenang dan jika kita cemas ucapkanlah lega. Dalam konsep
hipnoterapi, tindakan tersebut merupakan tindakan sugestif untuk terapi
penyembuhan diri.
Melalui konsep kesamaan frekuensi gelombang, pertanyaan yang
mendasar adalah: betulkah gelombang energi manusia yang dipancarkan melalui
kata-kata, suara, atau musik akan diterima air, direkam, dan
"diterjemahkannya" dalam suatu bentuk perilaku tertentu? Emoto
memerlukan studi eksperimen untuk menguji hipotesis bahwa "air mampu
memahami kata-kata manusia".
Menurut Emoto, air paling "suka" jika manusia
mengucapkan "terima kasih" sehingga membentuk molekul dirinya kristal
yang indah. Hal yang unik adalah ternyata air "memahami" bahasa apa
saja yang disampaikan manusia.
Sepanjang eksperimennya, Emoto menyimpulkan bahwa bentuk
kristal terindah adalah jika air menerima kata-kata (baik diucapkan atau
ditulis) "cinta dan terima kasih".
Emoto mengilustrasikan hubungan "cinta" dan
"terima kasih", seperti komposisi H2O (untuk satu bagian oksigen ada
dua bagian hidrogen) sebagai komposisi: untuk satu bagian cinta terdapat dua
bagian terima kasih.
Kualitas komunikasi
Siapa yang menyangka bahwa suara merdu burung di dalam
sangkar, sebenarnya adalah jeritan penderitaan burung tersebut? Itulah salah
satu hasil riset doktoral Asep S. Adhikerana di Jurusan Ekologi Perilaku
Burung, University of St. Andrews Inggris. Kita--manusia--sering kali tidak
mampu berempati terhadap "jeritan" penderitaan binatang, sebaliknya
lebih terbuai oleh sebuah keindahan suara dan kesenangan semata.
"Pesan" gelombang energi mereka tidak dipahami
oleh gelombang energi manusia. Hado manusia tidak satu frekuensi dengan hado
mereka. Oleh karena itu, komunikologi hado menawarkan konsep studi tentang
keseimbangan pemahaman ilmu komunikasi sebagai suatu yang holistik, harmonis
dan universal antara dunia manusia (human communication) dengan dunia alam
semesta (non-human communcation).
Melalui uji coba yang dilakukan Emoto kepada air, pada
hakikatnya menyadarkan kita akan komunikasi universal. Memahami perilaku
perubahan molekul air menjadi kristal yang indah ketika menerima kata-kata
positif ataupun bentuk yang mengerikan ketika terjadi sebaliknya, adalah
memahami gejala alam yang mencerminkan juga perubahan "molekul air"
dalam diri manusia, ketika seorang manusia berkomunikasi dengan sesamanya.
Mengapa demikian?
Manusia adalah mahluk air. Ketika mulai terbentuknya
manusia, telur yang dibuahi 96%-nya adalah air. Ketika janin di dalam rahim
ibunda, manusia berenang di dalam "kubangan" air ketuban. Setelah
dewasa, lebih dari 70% berat sel tubuh manusia adalah air sehingga seluruh
kegiatan dalam sel berlangsung dalam lingkungan cair. Dengan demikian, tidaklah
merendahkan martabat manusia jika dikatakan bahwa sesungguhnya manusia adalah "air
yang hidup".
Jika kualitas air bergantung pada informasi yang
diterimanya, konsekuensi logisnya adalah--manusia sebagai "air yang
hidup"--sudah selayaknya mendapatkan informasi yang berkualitas baik.
Apabila kualitas informasi yang diterima dan diberikan manusia baik, dia akan
memiliki pikiran dan tubuh yang sehat, dan sebaliknya apabila kualitas
informasinya buruk, akan buruk juga pikiran dan tubuhnya. Komunikasi erat
kaitannya dengan kebutuhan akan kesehatan fisik.
Adler & Towne (1987) menanyakan "why do we
communicate?" Jawabannya adalah selain identity, social dan practical
adalah karena physical needs, dengan ungkapan bahwa hadir atau tidak hadirnya
komunikasi dalam kehidupan manusia berpengaruh kepada kesehatan fisiknya. Jika
ingin tubuh kita sehat, perbaikilah kualitas komunikasi kita. Seandainya
kalimat ini diperluas, maka: jika "tubuh" kelompok, keluarga,
komunitas, organisasi, perusahaan, negara kita ingin sehat, perbaikilah
kualitas komunikasinya!
Apabila seseorang sering kali melakukan komunikasi dengan
hado negatif (misalnya permusuhan, bergunjing, gibah, atau fitnah), kemudian
diterima dalam frekuensi yang sama oleh hado orang lain (didengarkan bahkan
turut bergunjing, dan malah mengembangkannya), pada hakikatnya menyebabkan
kondisi tidak sehat. Bahkan berakibat mempercepat kematian, seperti yang
ditunjukkan hasil penelitian Michael Babyak dari Universitas Duke terhadap 750
orang kulit putih, secara longitudinal selama 22 tahun. Hasil penelitian Babyak
dan kawan-kawan tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang terbiasa memusuhi
orang lain (berkomunikasi negatif kepada orang lain), tidak suka berteman, dan
mendominasi pembicaraan orang lain berpeluang 60% lebih tinggi menemui kematian
pada usia dini dibandingkan dengan orang-orang yang berperilaku sebaliknya
ramah, suka berteman, dan berbicara tenang.
Pada uji coba dengan air, Emoto menyimpulkan bahwa air lebih
menyenangi kalimat yang sudah lampau dibandingkan dengan kalimat yang akan
datang. Air lebih menyukai kalimat "terima kasih air, engkau telah
menyehatkanku" ketimbang "semoga engkau air dapat
menyehatkanku". Perilaku air tidak jauh berbeda dengan manusia, yang lebih
merasa dihargai karena dianggap telah berbuat sesuatu yang bermanfaat,
ketimbang masih dalam harapan orang lain.
Aktualisasi diri akan tercapai jika seseorang sudah
memperoleh pengakuan akan prestasi yang dilakoninya, bukan berupa harapan akan
memperoleh pengakuan.
Dalam konteks komunikasi, dikenal satu aksioma atau
postulat, communication is irreversible mengingatkan kita supaya hati-hati
jangan sampai membuat kesalahan menyampaikan pesan (seperti perkataan
menyakitkan "kamu bodoh"), karena "pernyataan itu bisa
dimaafkan, tetapi tidak bisa dilupakan" dan akan melekat sepanjang hayat
dalam gudang memori kita.
Ternyata secara psikologis "dibiarkan tidak
disapa" adalah bentuk "pesan" nonverbal yang tidak dapat
dilupakan yang paling buruk dan paling menyakitkan. Kondisi ini sangat erat
hubungannya dengan persoalan nilai-nilai kemanusiaan yang paling luhur yang menjadi
pertaruhan manusia, eksistensi dan harga diri!
Paling tidak, melalui komunikologi hado, hikmahnya adalah
kinilah saatnya kita membiasakan mengucapkan "terima kasih" kepada
orang lain dan benda apa saja yang telah memberi manfaat sebagai salah satu
bentuk penghargaan yang murah dan sederhana. Tetapi perilaku komunikasi itulah
yang akan menjadi hado kristal yang sangat indah, dan tentu saja menyehatkan
dan memperpanjang usia kita. Wallahualam.
No comments:
Post a Comment