MENU

Tuesday, May 5, 2015

Komunikasi Hado



"Hado creates words. Words are the vibrations of nature. Therefore beautiful words create beautiful nature. Ugly words create ugly nature. This is the root of the universe". (Masaru Emoto)

Hado diartikan sebagai fluktuasi gelombang energi. Dasar teorinya adalah Mekanika Kuantum (Quantum Mechanics) atau Fisika Kuantum (Quantum Physics) tentang bentuk vibrasi (getaran gelombang) intrinsik tingkat atom pada semua benda. Getaran gelombang tersebut membentuk unit energi terkecil.

Sentanu (2007) mengatakan, ilmuwan fisika kuantum menjelaskan bahwa energi terhalus yang dinamakan quark, string atau biasa disebut quanta yang "tak tampak" perwujudannya ternyata merupakan bahan baku dasar dari semua benda yang "tampak" wujudnya. Energi quanta ini secara menyeluruh dan built-in menyelimuti dan merasuki semua benda yang tampak maupun tak tampak. Quanta adalah "bahan baku" semua benda di alam semesta. Luar biasanya, quanta bukanlah sembarang benda, tetapi lebih merupakan vibrasi energi yang memiliki kecerdasan dan kesadaran hidup.

Komunikologi

Dalam ilmu komunikasi, konsep komunikologi kurang populer. Apalagi diikuti kata hado di belakangnya. Komunikologi tiada lain adalah studi tentang ilmu komunikasi. Jadi komunikologi bukan hanya persoalan the science of communication, melainkan the study of the science of communication. Komunikologi adalah epistemologis dari communication as a science, menyangkut bagaimana memperoleh pemahaman tentang komunikasi sebagai suatu ilmu.

Selama ini, studi tentang ilmu komunikasi di seluruh perguruan tinggi di mana pun lebih terfokus pada human communication, sedikit sekali telaahan non-human communication. Dalam ilmu komunikasi, non-human communication dapat meliputi komunikasi dengan binatang (communication with animals), komunikasi dengan tanaman (biocommunication with plants), termasuk komunikasi dengan lingkungan (communication with the environment). Bidang-bidang itu dapat memperkaya taksonomi komunikologi.

Komunikologi hado sebenarnya merupakan studi komunikasi yang memadukan pendekatan "alamiah" alam (non-human) alam dengan "alamiah" manusia (human). Hado yang berarti gelombang energi ini secara alamiah bersifat netral, tetapi ketika mendapatkan pemaknaan manusia, hado tersebut dapat dikategorikan positif dan negatif.

Hado dapat mudah berpindah dan berubah, seperti secara fisik terjadi perubahan energi atas semua benda. Akan tetapi, tidak mudah energi ini dapat dilihat oleh manusia. Dengan demikian, komunikasi manusia melalui dan dengan hado alam semesta, memerlukan suatu studi yang khusus, untuk mengurai terjadinya suatu proses dialektika yang unik. Paling tidak, manusia perlu menyadari bahwa proses "alamiah" itu terjadi, dan manusia dapat mengambil manfaat daripadanya.

Uraian tentang komunikologi hado pada akhirnya secara aksiologis diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kualitas human communication dan non-human communication. Misalnya atas dasar kesadaran akan hado, kita dapat mengeliminasi kegagalan memahami dan membina silaturahmi dengan orang lain (human communication) sekaligus mengeliminasi kerusakan alam dan lingkungan hidup (non-human communication).

Prinsip dasar hado

Masaru Emoto (2006) mengatakan, semua benda yang ada di muka bumi ini memiliki hado (vibrasi gelombang energi kuantum). Benda yang satu dapat menerima gelombang energi dari benda lainnya, jika masing-masing dalam frekuensi yang sama. Sebagai ilustrasi dapat dilakukan uji coba pada 3 buah garpu tala, yang intinya bahwa garputala akan mengeluarkan bunyi (berupa resonansi atau gaung) jika mendapat resonansi gaung pada frekuensi yang sama.

Dengan prinsip tersebut dapat diketahui bahwa benda-benda dengan hado yang sejenis dengan hado dalam diri manusia dapat membentuk resonansi yang sama. Sebaliknya, manusia dapat membentuk resonansi dengan hado yang datang dari benda-benda dengan hado yang sejenis. Setiap benda yang dimaksud adalah pada tingkat materi atom yang membentuk molekul, dan partikel subatom yang membentuk atom. Setiap partikel subatom tersebut mempunyai gelombang intrinsik tersendiri.

Berdasarkan prinsip kesamaan gelombang tersebut, lahirlah konsep homeopaty, yaitu penyembuhan melalui teori hado. Intinya, membuat proses penstabilan gelombang. Untuk mencapai kondisi seimbang (stabil), perlu diberi resonansi yang sama dengan bentuk gelombang yang diterima, tetapi pada posisi kebalikannya.

Konsep tersebut diilhami penelitian Yoshio Yamasaki, dkk. yang membuktikan "penggunaan suara untuk menghilangkan suara". Mereka berhasil menciptakan suasana tenang dengan menggunakan suara "tandingan" yang dapat menahan suara bising.

Tanpa menggunakan media air pun, secara alamiah manusia dapat berupaya pada meraih posisi kesehatan psikologis agar lebih stabil. Jika manusia mengalami gelombang (hado) negatif, seperti stres, khawatir, dan cemas ungkapkanlah kata-kata yang memiliki hado positif (yang dianggap sebagai gelombang kebalikannya dari gelombang negatif), seperti rileks, tenang, dan lega.

Jadi jika kita stres, ucapkanlah rileks atau jika kita khawatir ucapkanlah tenang dan jika kita cemas ucapkanlah lega. Dalam konsep hipnoterapi, tindakan tersebut merupakan tindakan sugestif untuk terapi penyembuhan diri.

Melalui konsep kesamaan frekuensi gelombang, pertanyaan yang mendasar adalah: betulkah gelombang energi manusia yang dipancarkan melalui kata-kata, suara, atau musik akan diterima air, direkam, dan "diterjemahkannya" dalam suatu bentuk perilaku tertentu? Emoto memerlukan studi eksperimen untuk menguji hipotesis bahwa "air mampu memahami kata-kata manusia".

Menurut Emoto, air paling "suka" jika manusia mengucapkan "terima kasih" sehingga membentuk molekul dirinya kristal yang indah. Hal yang unik adalah ternyata air "memahami" bahasa apa saja yang disampaikan manusia.

Sepanjang eksperimennya, Emoto menyimpulkan bahwa bentuk kristal terindah adalah jika air menerima kata-kata (baik diucapkan atau ditulis) "cinta dan terima kasih".

Emoto mengilustrasikan hubungan "cinta" dan "terima kasih", seperti komposisi H2O (untuk satu bagian oksigen ada dua bagian hidrogen) sebagai komposisi: untuk satu bagian cinta terdapat dua bagian terima kasih.

Kualitas komunikasi

Siapa yang menyangka bahwa suara merdu burung di dalam sangkar, sebenarnya adalah jeritan penderitaan burung tersebut? Itulah salah satu hasil riset doktoral Asep S. Adhikerana di Jurusan Ekologi Perilaku Burung, University of St. Andrews Inggris. Kita--manusia--sering kali tidak mampu berempati terhadap "jeritan" penderitaan binatang, sebaliknya lebih terbuai oleh sebuah keindahan suara dan kesenangan semata.

"Pesan" gelombang energi mereka tidak dipahami oleh gelombang energi manusia. Hado manusia tidak satu frekuensi dengan hado mereka. Oleh karena itu, komunikologi hado menawarkan konsep studi tentang keseimbangan pemahaman ilmu komunikasi sebagai suatu yang holistik, harmonis dan universal antara dunia manusia (human communication) dengan dunia alam semesta (non-human communcation).

Melalui uji coba yang dilakukan Emoto kepada air, pada hakikatnya menyadarkan kita akan komunikasi universal. Memahami perilaku perubahan molekul air menjadi kristal yang indah ketika menerima kata-kata positif ataupun bentuk yang mengerikan ketika terjadi sebaliknya, adalah memahami gejala alam yang mencerminkan juga perubahan "molekul air" dalam diri manusia, ketika seorang manusia berkomunikasi dengan sesamanya. Mengapa demikian?

Manusia adalah mahluk air. Ketika mulai terbentuknya manusia, telur yang dibuahi 96%-nya adalah air. Ketika janin di dalam rahim ibunda, manusia berenang di dalam "kubangan" air ketuban. Setelah dewasa, lebih dari 70% berat sel tubuh manusia adalah air sehingga seluruh kegiatan dalam sel berlangsung dalam lingkungan cair. Dengan demikian, tidaklah merendahkan martabat manusia jika dikatakan bahwa sesungguhnya manusia adalah "air yang hidup".

Jika kualitas air bergantung pada informasi yang diterimanya, konsekuensi logisnya adalah--manusia sebagai "air yang hidup"--sudah selayaknya mendapatkan informasi yang berkualitas baik. Apabila kualitas informasi yang diterima dan diberikan manusia baik, dia akan memiliki pikiran dan tubuh yang sehat, dan sebaliknya apabila kualitas informasinya buruk, akan buruk juga pikiran dan tubuhnya. Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan akan kesehatan fisik.

Adler & Towne (1987) menanyakan "why do we communicate?" Jawabannya adalah selain identity, social dan practical adalah karena physical needs, dengan ungkapan bahwa hadir atau tidak hadirnya komunikasi dalam kehidupan manusia berpengaruh kepada kesehatan fisiknya. Jika ingin tubuh kita sehat, perbaikilah kualitas komunikasi kita. Seandainya kalimat ini diperluas, maka: jika "tubuh" kelompok, keluarga, komunitas, organisasi, perusahaan, negara kita ingin sehat, perbaikilah kualitas komunikasinya!

Apabila seseorang sering kali melakukan komunikasi dengan hado negatif (misalnya permusuhan, bergunjing, gibah, atau fitnah), kemudian diterima dalam frekuensi yang sama oleh hado orang lain (didengarkan bahkan turut bergunjing, dan malah mengembangkannya), pada hakikatnya menyebabkan kondisi tidak sehat. Bahkan berakibat mempercepat kematian, seperti yang ditunjukkan hasil penelitian Michael Babyak dari Universitas Duke terhadap 750 orang kulit putih, secara longitudinal selama 22 tahun. Hasil penelitian Babyak dan kawan-kawan tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang terbiasa memusuhi orang lain (berkomunikasi negatif kepada orang lain), tidak suka berteman, dan mendominasi pembicaraan orang lain berpeluang 60% lebih tinggi menemui kematian pada usia dini dibandingkan dengan orang-orang yang berperilaku sebaliknya ramah, suka berteman, dan berbicara tenang.

Pada uji coba dengan air, Emoto menyimpulkan bahwa air lebih menyenangi kalimat yang sudah lampau dibandingkan dengan kalimat yang akan datang. Air lebih menyukai kalimat "terima kasih air, engkau telah menyehatkanku" ketimbang "semoga engkau air dapat menyehatkanku". Perilaku air tidak jauh berbeda dengan manusia, yang lebih merasa dihargai karena dianggap telah berbuat sesuatu yang bermanfaat, ketimbang masih dalam harapan orang lain.

Aktualisasi diri akan tercapai jika seseorang sudah memperoleh pengakuan akan prestasi yang dilakoninya, bukan berupa harapan akan memperoleh pengakuan.

Dalam konteks komunikasi, dikenal satu aksioma atau postulat, communication is irreversible mengingatkan kita supaya hati-hati jangan sampai membuat kesalahan menyampaikan pesan (seperti perkataan menyakitkan "kamu bodoh"), karena "pernyataan itu bisa dimaafkan, tetapi tidak bisa dilupakan" dan akan melekat sepanjang hayat dalam gudang memori kita.

Ternyata secara psikologis "dibiarkan tidak disapa" adalah bentuk "pesan" nonverbal yang tidak dapat dilupakan yang paling buruk dan paling menyakitkan. Kondisi ini sangat erat hubungannya dengan persoalan nilai-nilai kemanusiaan yang paling luhur yang menjadi pertaruhan manusia, eksistensi dan harga diri!

Paling tidak, melalui komunikologi hado, hikmahnya adalah kinilah saatnya kita membiasakan mengucapkan "terima kasih" kepada orang lain dan benda apa saja yang telah memberi manfaat sebagai salah satu bentuk penghargaan yang murah dan sederhana. Tetapi perilaku komunikasi itulah yang akan menjadi hado kristal yang sangat indah, dan tentu saja menyehatkan dan memperpanjang usia kita. Wallahualam.



No comments:

Post a Comment