Makalah
HUMAN RELATIONS TEORI
DAN PRAKTEK
Tugas untuk memenuhi Mata Kuliah
HUMAN RELATIONS
oleh;
ADE PUTRA SETIAWANSYAH (411307110)
PROGRAM KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRRY
BANDA
ACEH
2015
Assalam mu’alaikum wr. wb.
Segala
puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya
yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya, sebagaimana
terkandung dalam Al-qur’an dan Al-hadist, petunjuk menuju kejalan yang lurus
dan jalan yang ridhoi-Nya dan kami bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan
kami dalam menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HUMANS RELATIONS TEORI DAN PRATEK”
Shalawat
berserta salam dihanturkan pada kejunjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta
keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya untuk
tegaknya syi’ar islam, yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa..
Akan
tetapi didalam makalah kami ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan
keterbatasan dalam menyusun makalah ini,
oleh karena itu kami mengahrapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
ini, kami ucapkan terimakasih.
Wassalam mu’alaikum wr. wb.
Banda Aceh, 29 APRIL 2015
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengertian Human relations.
Tidaklah mudah
untuk mencari sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang benar-benar tepat sebagai
terjemahan dari istilah human relations.
Ada yang menerjemahkan menjadi hubungan manusia dan ada pula yang mengalih
bahasakan menjadi hubungan antarmanusia. Memang, secara harfiah terjemahan human relations adalah hubungan
antarmanusia. Kendati tidak salah, tetapi terjemahan ini tidak mengandung makna
human relations yang sebenarnya,
sebab titik berat human relations
adalah “human”-nya atau manusianya. Baik pada istilah hubungan manusia maupun
hubungan antar manusia tidak terdapat ciri hakiki human relations.
Ciri hakiki bukan
dalam human relations bukan human (manusia) dalam pengertian wujud manusia (human being), melainkan dalam makna proses rohaniah yang tertuju
kepada kebahagiaan, berdasarkan atas watak, sifat perangai, kepribadian sifat
tingkah laku. dan berbagai aspek kejiwaan lainnya yang terdapat dalam diri
manusia. Dengan kata lain, faktor manusia dalam relations ini bukan dalam
wujudnya, melainkan sifat-sifat, watak, tingkah laku, atau aspek psikis lainnya
pada diri manusia.
Dengan demikian
terjemahan yang paling mendekati makna dan maksud human relations adalah hubungan manusiawi atau hubungan insani.
Sifat hubungan
dalam human relations tidak seperti
orang berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain, melainkan hubungan antara orang-orang yang
berkomunikasi itu mengandung unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam.
Ditinjau dari
ilmu komunikasi, hubungan manusiawi itu termasuk ke dalam komunikasi
antarpersona (interpersonal communication)
sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan
bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena sifatnya action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang.
Komunikasi
antarpribadi yang manusiawi berarti komunikasi yang telah memasuki tahap
psikologis yang komunikator dan komunikannya saling memahami pikiran, perasaan
dan melakukan tindakan bersama. Ini juga berarti bahwa apabila kita hendak
menciptakan suatu komunikasi yang penuh dengan keakraban yang didahului oleh
pertukaran informasi tentang identitas dan masalah pribadi yang bersifat
sosial.
Ruang Lingkup Human
relations
Berdasarkan
lingkupan human relations terdapat
dua pengertian yakni human relations
dalam arti luas dan human relations
dalam arti sempit.
1.Human relations dalam arti luas
Human relations dalam arti luas
adalah interaksi antarmanusia yang biasanya bersifat komunikasi persuasif yang
dilakukan oleh seorang kepada orang lain
secara tatap muka, dalam semua situasi atau semua bidang kehidupan sehingga
menimbulkan kebahagiaan dan kepuasaan hati. Dengan demikian, human relations dalam arti luas dapat
terjadi di mana saja, seperti di rumah, di jalanan, dalam kendaraan, dan
lain-lain di mana setiap dapat melakukannya dengan komunikasi yang baik
sehingga saling memuaskan individu yang terlibat di dalamnya.
2.Human relations dalam arti sempit
Human relations dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja dan dalam
organisasi kekaryaan atau dalam suatu kegiatan dengan tujuan untuk menggugah,
menggairahkan, atau membangkitkan semangat kerja sama yang produktif dengan
perasaan bahagia dan puas hati.
Contohnya komunikasi kekaryaan antara orang perorangan dalam struktur
organisasi formal, perusahaan, termasuk komunikasi antara mahasiswa dengan
warga masyarakat dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata,
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa Itu Human Relations Sebagai
Kegiatan Komunikasi ?
2. Apa itu Komunikasi Persuasif ?
3. Apa itu Homophily Dan
Heterophily ?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui Apa Itu Human Relations Sebagai
Kegiatan Komunikasi.
2. Mengetahui Apa Itu Komunikasi Persuasif.
3. Mengetahui Apa Itu Homophily Dan Heterphily.
BAB II
PEMBAHASAN
HUMAN RELATIONS TEORI DAN PRAKTEK
A.
HUMAN RELATIONS SEBAGAI KEGIATAN KOMUNIKASI
Pada awal
bab telah dipaparkan secara agak luas mengenai komunikasi menajeman. Dan pada
bab lainnya juga telah disinggung bahwa human relations adalah komunikasi persuasif
secara tatap muka.
Jadi para manejer dapat. Perlu
seyogyanya melakukan human relations , baik kepada khalayak ataupun pablik
didalam organisasi (external public). Selain dalam hubungan dalam tugas
pekerjaan, juga diluar tugas pekerjaan.
Dengan orang-orang yang berbeda
dalam organisasi, jelasnya para karyawan, human relations perlu dilaksanakan
untuk meniadakan gangguan sebagai akibat salah
komunikasi atau salah interprestasi.
Lebih-lebih untuk menghilangkan frustasi terutama frustasi
agresif, serta menggugah kegairahan dan kegiatan kerja, sehingga timbul
kerjasama yang lebih produktif dari pada yang sudah-sudah dengan perasaan
bahagia dan puas hati.
Tetapi d iluar tugas pekerjaan pun,
para manejer, baik manejer tingkat tinggi, tingkat menengah maupun tingkat
rendah, serta seluruh pegawai sepantasnya
senantiasa melakukan human relations dengan siapapun, selain dengan
orang-orang yang ada sangkut pautnya dengan organisasi, juga dengan meraka yang
tidak ada hubungannya. Human relations ini dilaksanakan dalam kumpulan
olahraga, kesenian, keagamaan, dan lingkungan hidup lainnya; di upacara perayaan,
di konperensi, di seminar dan pergaulan lainnya; di restoran, di stasiun,
kerata api, di pesawat terbang, dan perjumpaan lainnhya; singkatnya dimana saja
ketika berhubungan dengan siapa saja. Ini semua layaknya dilakukan demi citra organisasi yang diwakilinya.
Tindakan seorang manejer atau karyawan yang etis dan manusiawi terhadap
khalayak diluar organisasi akan menjaga nama baik, bahkan mengharumkan nama
organisasi yang diwakilinya.
B.
KOMUNIKASI PERSUASIF
Human
relations dalam arti sempit atau dalam manajemen adalah komunikasi persuasif
secara tatap muka untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan
semangat kerja sama yang produktif dengan perasaan bahagia dan puas hati pada
kedua belah pihak, baik manajer maupun karyawan dan atau orang lain yang ada
hubungannya dengan organisasi.
Komunikasi
yang berlangsung dalam kegiatan human relations adalah komunikasi antar persona
(interpersonal communication), karena komunikasi bentuk ini sifatnya dialogis,
maka prosesnya secara timbal balik. Ini berarti bahwa komunikator dalam hal ini
si manajer mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga, umpan balik atau
feed back terjadi ketika itu.
Memang
manajer yang bermaksud melakukan human relations harus melaksanakannya dalam
bentuk komunikasi antar persona, sebab kalau ia menggunakan bentuk komunikasi
kelompok atau komunikasi bermedia, lebih-lebih lagi bila memakai media massa,
maka ia tidak akan memahami frame of reference komunikan secara menyeluruh. [1]Wilbur
Schramm dalam karyanya Communican research in the united states, menyatakan
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok
dengan frame of reference, yakni paduan pengalaman dan pengertian yang pernah
diperoleh komunikan. Frame of reference atau kerangka acuan, ini melibatkan
nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pendidikan, dan lain sebagainya yang pernah
dialami seseorang. Menurut Schramm bidang pengalaman field of experience
merupakan factor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman
komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan
berlangsung lancar, sebaliknya bilamana tidak sama akan terdapat kesulitan
untuk mengerti satu sama lain. Kesukaran ini akan dijumpai pada situasi
komunikasi. Misalnya jika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang
kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan dia.
C. HOMOPHILY
DAN HETEROPHILY
Homophily
ialah derajat pasangan komunikator-komunikan yang sama dalam ciri-ciri
tertentu, seperti kepercayaan, pendidikan atau status social. Sedangkan
heterophily ialah derajat pasangan komunikator-komunikan yang tidak sama dalam
ciri-ciri tertentu. Lalu kini timbul pertanyaan : untuk melakukan human
relations, bagaimana mungkin seorang karyawan yang antara keduanya terdapat
heterophily atau ketidaksamaan dalam frame of referencenya?
[2]Menurut
Everett M. Rogers dan Dilp K. Bhowmik, situasi komunikasi yang heterephilous,
seperti itu dapat ditembus dengan kemampuan empathic, pihak manajer sebagai
komunikator.
Empathy
adalah kemampuan seseorang untu memproyeksikan dirinya kepada peranan orang
lain. Ini berarti bahwa apabila komunikasi mengetahui bagaimana perasaan
komunikan dan bisa merasakan apa yang dirasakan komunikan tersebut, maka
mungkin sekali komunikator dapat menyampaikan pesan yang tepat kepadanya. Jika
manajer mempunyai emphaty yang dalam dengan karyawan yang heterophilous maka
kedua-keduanya benar berada dalam keadaan homophilous dalam pengertian
sosio-psikologis.
Menurut
joseph A. Devito,[3]
empati berarti seperasaan dengan seseorang, berempati dengan orang lain adalah
merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Dalam dari pada itu,
bersimpati berarti mempunyai suatu perasaan terhadap seseorang, misalnya merasa
kasihan. Dijelaskan lebih jauh oleh Devito bahwa jika kita bisa berempati
dengan seseorang, maka kita berada dalam posisi mengerti dari mana ia datang,
di mana dia sekarang, dan hendak ke mana dia pergi. Juga kecil kemungkinan bagi
kita untuk menilai sikap atau tingkah lakunya sebagai hal yang benar atau
salah. Dari paparan diatas jelas bahwa bagi manajer untuk melakukan komunikasi
persuasif manusiawi kepada karyawan yang heterphilous harus didasari kemampuan
berempati.
Komunikasi
persuasif terjadi apabila komunikasi efektif. Bagaimanakah komunikasi efektif
itu? Stewart L. tubbs dan Sylvia moss [4]dalam
bukunya “ komunikasi antarpersonal efektif apabila perangsang yang diprakasai
dan dimaksudkan oleh komunikator amat cocok dengan perangsang yang dirasakan
dan ditanggapi oleh komunikan
Lebih jauh efektivitas komunikasi
tersebut oleh kedua pengarang tadi dijelaskan dengan penghitungan
persamaan. Jika kita cantumkan G bagi
komunikator yang membangkitkan tanggapan dan P untuk komunikan yang merasakan
tanggapan tersebut, maka komunikasi akan merupakan keseluruhan yang lengkap
apabila tanggapan yang G maksudkan dengan tanggapan yang P berikan identik.
Tetapi
menurut tubbs dan moss, kita jarang mencapai nilai 1, yakni saling menyampaikan
makna secara sempurna; kita hanya dapat mendekatinya. Semakin besar kecocokan
antara makna yang kita maksudkan dengan tanggapan yang kita terima, berarti
semakin efektif komunikasi kita.
Jadi jelas bahwa komunikasi
persuasif harus efektif, yang berarti harus menimbulkan efek. Efek, menurut
Ronald L. applbaum, et. Al., “apa yang terjadi pada komunikan sebagai akibat
dari dampak stimuli atau pesan. Dalam kominkasi persuasif efeknya harus
merupakan dampak dalam bentuk perubahan sikap, opini, dan tindakan atau tingkah
laku yang timbul ddari kesadaran komunikan, sebab komunikasi persuasif lain
dengan komunikasi informatif dan beda pula dengan komunikasi koersif.
Komunikasi
Informatif, Koersif & Persuasif
1. Komunikasi Informatif (Informative
Communication) ialah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberitahukan sesuatu. Disini komunikator tidak mengharapkan efek
apa-apa dari komunikan, semata-mata hanya agar komunikan tahu saja. Bahwa
kemudian efeknya ada, apakah itu positif ataukah negative komunikator tidak
mempersoalkannya, tapi sudah tentu ia mengharapkan efek positif.
2. Komunikasi Koersif (Coercive
communication) adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
dengan ancaman atau sanksi untuk merubah sikap, opini atau tingkah laku. Dalam
organisasi komunikasi koersif dalam hal-hal tertentu dilakukan juga oleh manajer,
misalnya mengadakan peraturan tertulis yang berlaku untuk kelompok karyawan
tertentu atau semua karyawan. Peraturan mengandung ancaman atau sanksi yang
apabila dilanggar akan menimbulkan akibat tertentu pada pihak pelanggar.
3. Komunikasi Persuasif (Persuasive
Communication) adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
agar berubah sikapnya, opininya dan tingkah lakunya dengan kesadaran sendiri.
Istilah Persuasi, berarti membujuk atau merayu. Jadi komunikasi persuasive
adalah komunikasi yang mengandung bujukan atau rayuan.
Antara
komunikasi koersif dengan komunikasi persuasive terdapat kesamaan, yakni
berusaha agar seseorang berubah sikapnya, opininya dan tingkah lakunya,
sehingga ia melakukan tindakan atau kegiatan tertentu. Bedanya ialah pada
komunikasi koersif si komunikator melakukan tindakan atau kegiatannya itu
secara terpaksa dikarenakan takut sanksi, sedangkan pada komunikasi persuasive
dengan kesadaran sendiri. Human relations, sebagaimana telah disinggung di muka
adalah komunikasi persuasive manusiawi, yang berarti bahwa manajer sebagai
komunikator dalam menyampaikan pesannya secara etis dan empatik yang mendalam,
sehingga karyawan sebagai komunikan dengan penuh kesadaran disertai rasa
bahagia dan puas hatinya melakukan apa yang diinginkan oleh manajer.
Daftar
pustaka
Onong
Uchjana Efendy Prof. Drs. M. A penerbit mandar maju, bandung, 1993.
Poedjawijatna,
prof . I.R., filsafat tingkah laku, cetakan ke empat, penerbit bina aksara,
jakarta1982
Winardi,
Dr. S.E manejemen, terjemahan dari
George R. terry, principles of management, penerbit alumni. Bandung 1979.
[2] Menurut
Everett M. Rogers dan Dilp K. Bhowmik, “ homophily, public opinion quarterly, winter, 1970-1971, hal 535
[3] joseph A. Devito, communicology: harper & row, publishers, new York
London,1978, hal 267.
[4] Stewart L. tubbs dan Sylvia moss, human communication, An interpersonal perspective, rondom
house, new York, 1974, hal 9.
terimakasih ini sangat membantu saya untuk mengerjakan tugas...
ReplyDeleteMantap ...
ReplyDelete